Ketika Presiden Menguasai Data-data Intelijen, Apa Implikasinya?

Top Secret
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengaku memiliki informasi lengkap dari intelijen soal situasi dan arah politik partai-partai politik mendapat sorotan publik. Pernyataan tersebut sebelumnya disampaikan Presiden saat menghadiri rapat kerja nasional relawan Seknas (Sekretariat Nasional) di Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (16/09) lalu.

Sontak, pernyataan Presiden pun menuai beragam reaksi publik. Salah satunya dari Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan. Koalisi yang terdiri dari Imparsial, PBHI Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, serta Setara Institute itu menilai Presiden beserta perangkat intelijenya menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantuan intelijen.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, intelijen memang merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi, kepada Presiden. Namun, informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara untuk masalah keamanan nasional. Bukan berkaitan dengan masyarakat politik, partai politik dan juga masayarakat sipil.

Sebelumnya, Presiden menyinggung tahun 2024 menjadi tahun penting bagi Indonesia untuk melompat menjadi negara maju. Namun untuk bisa ke sana, Jokowi mengatakan semua sangat tergantung pada kepemimpinan. Presiden mengungkapkan, ia memiliki data intelijen di BIN, intelijen di Polri, dan intelijen di TNI. Informasi yang dikantongi dari intelijen lengkap mulai dari angka, hingga survei.

Ketika Presiden menyampaikan bahwa pihaknya menguasai data-data Intelijen, maka, apa tujuannya? Bukankah selama ini publik sudah mengetahuinya? Apakah berarti informasi dari intelijen yang seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan Negara, kini digunakan untuk kepentingan pribadi presiden?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk reformasi sektor keamanan, Julius Ibrani. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: