KPK Berada di Titik Nadir: Dapatkah, Pengunduruan Diri Ketua KPK Menjadi Solusinya?

KPK Dipretelin
Ilustrasi/Istimewa

“Power does not corrupt. Fear corrupts… perhaps the fear of a loss of power.” —John Steinbeck. [Kekuasaan tidak mengkorup. Ketakutanlah yang mengkorup … mungkin ketakutan atas kehilangan kekuasaan].

Semarang, Idola 92.6 FM – Ungkapan penulis pemenang Nobel tersebut akan sangat relevan dengan permasalahan yang dialami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Maka, solusi utama dari semua ini adalah mundurnya Firli Bahuri dari jabatannya. Namun, hal tersebut sepertinya bukan hal yang mudah.

Sebetulnya, sudah sejak awal ketika pemilihan komisioner KPK pada tahun 2019—sudah banyak masukan kepada Presiden Jokowi untuk tidak memilih sosok Firli Bahuri. Namun, Presiden tetap bergeming. Padahal, masyarakat sipil telah berkali-kali mengingatkan Presiden bahwa kandidat tersebut memiliki rekam jejak pelanggaran etik semasa masih bertugas di KPK.

Tak hanya itu, sikap diam presiden Jokowi juga terlihat dalam pelaksanaan alih status pegawai KPK menjadi ASN. Terkait proses itu, terjadilah penyingkiran terhadap 75 pegawai KPK melalui proses Tes Wawasan Kebangsaan. Mereka diduga telah lama diincar untuk disingkirkan karena selama ini kritis dan tengah menangani kasus korupsi besar.

Pelemahan kepada KPK juga dilakukan melalui revisi Undang-Undang KPK. Dan, terkini yang juga mendapat sorotan publik adalah dugaan keterlibatan Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Lalu, ketika KPK berada di titik nadir karena kepercayaan masyarakat kepada KPK menurun drastis. Dapatkah, pengunduruan diri Ketua KPK menjadi solusinya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Wawan Suyatmiko. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: