Menyorot Kebijakan Pemerintah yang Akan Memulihkan Nama Baik 39 Eksil 1965

Mahfud MD
Mahfud MD. (Photo/Istimewa)

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam waktu dekat ini, Pemerintah berencana memulihkan nama baik sebanyak 39 orang warga negara Indonesia yang menjadi eksil imbas peristiwa gerakan 30 September atau G30S 1965. Mereka kini berada di sejumlah negara dan berstatus sebagai warga negara asing. Nama mereka akan dipulihkan, bukan pengkhianat negara.

Hal itu dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD. Menurut Mahfud, mereka terpaksa tinggal di negara lain, karena larangan untuk kembali bagi mahasiswa yang kuliah di Eropa Timur. Para WNI eksil itu sebenarnya dikirim ke luar negeri oleh pemerintahan Presiden Sukarno. Mereka sedang berkuliah di Eropa Timur, saat peristiwa 1965 terjadi di Indonesia—karena mereka disebut-sebut terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kala itu diduga menjadi dalang tragedi 65.

Mahfud menyebut, hal yang sama sempat dialami B.J. Habibie tetapi Habibie bertemu Soeharto dalam satu kesempatan di Jerman. Soeharto pun meminta Habibie kembali ke Indonesia.

Para eksil itu, menurut Mahfud, kini punya hak yang sama di depan hukum karena vonis terhadap “pengkhianat negara” sudah diselesaikan oleh Mahkamah Militer Luar Biasa.

Tapi, kenapa Pemerintah baru akan memulihkan nama baik 39 Eksil 1965, pada saat sekarang? Kenapa muncul menjelang pemilu? Apa urgensi menyatakan eksil sebagai warga yang tidak berkhianat?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Manunggal K Wardaya, PhD (Ketua Departemen Hukum Tata Negara FH Unsoed Purwokerto) dan Muhammad Isnur (Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: