PPATK Menyebut Ada Potensi Politik Uang via E-Money & E-Wallet di Pemilu 2024: Sudah Siapkah Regulasi Kita Memitigasinya?

Politik Uang
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini mengungkapkan ada potensi politik uang atau money politic dengan menggunakan e-money dan e-wallet di tahun politik 2023 dan 2024. Pemerintah dan sektor kripto diminta mengantisipasi penyalahgunaan teknologi tersebut.

Hal itu diungkapkan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam “4th Legal Forum Urgensi Regulatory Technology dan Digital Evidence dalam Mendukung Efektivitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme” di Jakarta Pusat, Selasa (07/11) lalu.

Menurut Ivan, salah satu hal yang menjadi kerentanan penggunaan e-money dan e-wallet adalah, karena know your customer atau customer due diligence terhadap transaksi dengan jumlah tertentu tidak lagi diharuskan.

Dalam agenda ini, kata Ivan, pemerintah tidak harus menekan atau menghambat perkembangan teknologi finansial meskipun hal itu menimbulkan ancaman tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Menurut Ivan, pemerintah perlu selangkah lebih maju dari para pelaku kejahatan melalui pengayaan pengetahuan dan kapabilitas atas jasa keuangan berbasis teknologi yang tengah dan akan dikembangkan oleh sektor privat, serta kolaborasi dengan asosiasi dan industri jasa keuangan.

Lalu, kalau PPATK menyebut ada potensi politik uang via e-money & e-wallet di Pemilu 2024, bagaimana cara kita menangkalnya? Apakah kita sudah memiliki regulasi untuk memitigasi hal itu? Bagaimana upaya pemerintah untuk selangkah lebih maju dalam upaya mengantisipasi politik uang melalui penyalahgunaan teknologi jelang Pemilu? Upaya kolaborasi apa saja yang bisa dilakukan oleh asosiasi dan industri jasa keuangan untuk bersama-sama mengantisipasi persoalan ini?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) periode 2017-2022: Juga pegiat hukum, dan aktivis dalam Reformasi 1998, Abhan. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: