Sejumlah Negara Membatasi Pelancong dari China karena Lonjakan Covid-19: Apakah Indonesia Perlu Ikut Menutup Pintu atau Sebaliknya?

Ilustrasi
Photo/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Meski sebagian negara sudah menyatakan merdeka dari Pandemi Covid-19. Namun ternyata, tren data global menunjukkan pandemi belum berakhir. Beberapa negara melaporkan dalam dua pekan terakhir lebih banyak kasus dibanding dua pekan sebelumnya. Bahkan, salah satu negara yakni China kelimpungan dan menerapkan lockdown karena melonjaknya Covid-19.

Saat ini bahkan, tercatat sudah ada 13 negara yang mewajibkan turis China menjalani tes Covid-19 sebelum memasuki wilayah mereka. Terakhir Kanada dan Maroko, yang melakukan pembatasan menyusul Australia, Amerika Serikat dan lainnya. Keputusan ini diambil setelah China mencabut pembatasan yang membuat infeksi virus Corona melonjak meskipun tidak diakui oleh Beijing.

Sementara itu, Indonesia terus mencatat penurunan kasus COVID-19 di tengah pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Per Senin 2 Januari 2022, kasus baru COVID-19 harian di Indonesia berada di angka 200-an. Dengan jumlah pasien yang membutuhkan perawatan di bawah sepuluh ribu.

Tren itu sangat jauh berbeda dengan China dimana saat ini kasus COVID-19 kembali melonjak hingga jutaan orang yang terinfeksi.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, China tidak memiliki antibodi alamiah yang didapat dari infeksi. Sementara Indonesia, memiliki antibodi relatif tinggi hingga melampaui 90 persen, salah satunya juga karena infeksi alamiah. Berdasarkan riset, antibodi akibat infeksi alamiah kemudian ditambah vaksinasi menimbulkan kombinasi ‘kekebalan’ amat kuat.

Menkes menyebut, tidak ada pengetatan kegiatan masyarakat meski Indonesia telah mengidentifikasi subvarian Covid-19 Omicron BA.5, BA.2.75, dan BF.7, yang memicu lonjakan kasus di China.

Lantas, ketika sejumlah negara membatasi pelancong dari China karena melonjaknya kasus Covid-19 di negara panda itu, apakah Indonesia perlu ikut menutup pintu, atau sebaliknya, kita membuka pintu selebar-lebarnya karena masyarakat Indonesia memiliki antibodi tinggi? Lalu, bagaimana cara mendorong pemerintah agar lebih memiliki sikap preventif?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Dr Hermawan Saputra (Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dr Windhu Purnomo (Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya), dan Prof Zubairi Djoerban (Penasihat Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: