Warga Pesisir Kendal: Bak Pelanduk di Antara Gajah-gajah

Sebagian petani di kawasan Pesisir Kendal kini tak lagi menggantungkan mata pencaharian pada pertanian. Akibat rob yang sering menggenangi sawah mereka, puluhan petani mulai beralih profesi menjadi petambak. Bahkan, sebagian menanggalkan profesi petaninya. Sawah mereka tak lagi bisa digarap karena tergerus air laut. Tak hanya itu, sebagian warga pesisir kini mulai meninggikan rumahnya.

Kendal, Idola 92.6 FM – Matahari belum beranjak tinggi saat Pak Dasir, lelaki 60 tahun, bergegas dari rumahnya menuju lahan tambak barunya. Tambak berada di tengah hamparan persawahan yang retak dengan tanah berubah warna menjadi keputih-putihan. Sepelemparan batu dari lahan tambaknya menjadi lokasi Kawasan Industri Kendal (KIK) Kabupaten Kendal Jawa Tengah.

Di sepetak sawah, Dasir membuat kolam tambak. Sejak beberapa bulan belakangan, ia beralih profesi dari petani menjadi petambak karena lahan persawahannya sudah tak bisa lagi dipakai untuk bercocok tanam padi. Jika tetap ditanami, lambat laun akan layu sebelum berkembang. Luapan air laut yang setiap bulan menggenang, bak virus yang menggerogoti tanaman padi.

Melihat kondisi ini, Dasir terus berpikir. Tak hendak menyerah akan keadaan. Maka, tambak udang adalah solusi. “Lha pripun, mas. Sawah sudah tak lagi bisa ditanami. Kalaupun ditanami pasti akan gagal panen karena mati oleh air rob laut,” ujar Pak Dasir saat ditemui pada bulan Juli 2023, di sela-sela ia menggarap tambaknya. Pak Dasir merupakan salah satu petani yang tinggal di Dusun Gayaman RT 02 RW 02 Desa Mororejo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Jawa Tengah.

Kondisi ini, ungkap Dasir, dialami dirinya dan beberapa petani sejak dua tahun terakhir. Sebelumnya, mereka masih bisa menggarap sawahnya seperti sedia kala. Namun, sejak masifnya industrialisasi di kawasan pesisir Kendal, terutama KIK, lingkungan di mana mereka tinggal mengalami degradasi serta lebih rentan terhadap bencana alam terutama banjir rob.

Bahkan, menurut Dasir, dalam dua tahun terakhir, ia mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah, akibat gagal panen. “Satu kali tanam padi biasanya mengeluarkan biaya hingga Rp10 juta. Ya, rugi, mas. Wes piye maneh. Untung istri masih bekerja sebagai buruh pabrik, mas,” ujarnya. Hal ini, menurut Dasir, kalau tidak segera diatasi, tiap tahun akan makin arah dan abrasi peresapan tanah dengan air laut semakin meluas.

Dasir berpikir agar kerugian tak berlarut-larut, ia memutuskan tak lagi menggarap sawahnya untuk menanam padi. Namun, banting setir mengubah lahannya menjadi tambak dengan menjadi petambak. Udang vaname dan bago, menjadi jenis perikanan yang dipilih, mengingat relatif mudah, meski ia masih terus belajar soal budidaya udang pada teman-temannya.

Ia sudah mengeluarkan kurang lebih jutaan rupiah sebagai modal awal. Hal itu untuk keperluan membeli jaring, membeli bibit udang, hingga pakan. “Semoga menghasilkan dan bisa kembali modal,” tuturnya.

Dasir, petani di Desa Mororejo Kaliwungu Kendal sedang menggarap tambak udang yang sebelumnya merupakan sawah. (Foto diambil Juli 2023/Heri C Santoso)

Senada dengan Dasir, kondisi serupa juga dialami Wagiman, kakek 70 tahun, petani di Desa Mororejo lainnya. Ia sejak beberapa bulan tepatnya setelah bulan Syawal 1444 H lalu, mulai menggarap sawahnya untuk dibuat tambak. Luas sawahnya sekitar 2 bau. Satu bau atau sabau setara dengan 500 m x 14 m atau sekitar 7.100 meter persegi. Istilah bau ini sering digunakan oleh masyarakat Jawa yang banyak bersinggungan dengan sawah.

Seperti halnya yang terjadi pada sawah petani lain, sawahnya pun kini seolah mati. Tak lagi bisa ditanami padi karena penuh dengan air garam yang mengendap akibat limpasan air rob. “Rencana mangkeh bade didamel tambak udang kados kanca lintune (rencana nanti akan dibuat tambak udang seperti petani lain-Red),” ujarnya.

Pak Man, petani Mororejo Kaliwungu, menggarap sendiri lahan sawah yang akan dijadikan tambak. Ia membuat tambak sendirian untuk menekan ongkos produksi. (Foto diambil Juli 2023/Heri C Santoso)

Warga Mulai Tinggikan Rumah

Tak hanya pada lahan persawahan dan pertambakan, bak tamu tak diundang, fenomena rob kini juga sering terjadi kawasan permukiman warga di kawasan pesisir. Salah satunya di Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.

Wonorejo merupakan salah satu dari sembilan desa di kawasan pesisir di Kecamatan Kaliwungu. Posisi geografis Desa Wonorejo berada pada ketinggian 0-2 mdpl. Sebelah utara langsung berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan Desa Kumpulrejo, Desa Sarirejo, Desa Karangtengah. Kemudian, sebelah Barat dengan Desa Purwokerto (Kecamatan Brangsong), dan Sebelah Timur, Desa Mororejo (Kecamatan Kaliwungu). Desa Wonorejo berada di dalam kawasan KIK.

Atas fenomena itu, sejak lima tahun terakhir, sebagian warga mulai meninggikan rumahnya agar aman dari ancaman rob yang bisa datang sewaktu-waktu. Salah satu warga yang sedang meninggikan rumahnya itu adalah keluarga Bulan (bukan nama sebenarnya). Tak tanggung-tanggung, ia meninggikan rumahnya hingga 1 meter.

Menurutnya, rob mulai sering terjadi sejak 2 tahun lalu, atau sekitar tahun 2021. Ia bersama keluarga pun panik saat itu. Sebab, sekonyong-konyong, tak pernah terpikir, rumahnya akan kena rob. “Sak umur-umur lagi sakniki niki, mas (Seumur hidup, lagi saat ini terkena rob, mas-Red),” ujarnya dengan nada prihatin.

Untuk itu, ia bersama suami berinisiatif mulai meninggikan rumahnya secara bertahap. Peninggian dimulai dari kamar tidur dan ruang utama keluarga. Menurutnya, ini dilakukan juga sebagai antisipasi saat proses persalinan sehingga sudah tak lagi khawatir harus mengungsi ke mana. Diketahui, kini bulan tengah hamil di usia kehamilan 7 bulan.

Menurut Bulan, untuk meninggikan rumah, butuh biaya yang tak sedikit. Harus membeli tanah urukan, sewa truk pengangkut, hingga jasa tenaga. “Ya, mau gimana lagi, mas. Ngaten niki meh ngadu kalih sinten?” keluh Bulan yang tak ingin menyerah dengan keadaan.

Fenomena rob bercampur dengan banjir juga dialami warga di kawasan perumahan sekitar pesisir Kaliwungu. Salah satunya Perumahan Pantura Regency dalam beberapa tahun belakangan. Banjir terparah terjadi di penghujung tahun 2022 lalu hingga awal tahun 2023.

Kondisi itu dialami keluarga Bambang. Banjir setinggi lutut orang dewasa itu masuk hingga ke dalam rumahnya selama berhari-hari. Sebagian warga harus mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Sebagian warga lain, tetap memilih beraktivitas di dalam rumah dengan bersiasat meninggikan tempat tidur hingga dapurnya.

“Kami waktu itu memilih tetap di rumah. Untung ada meja-meja kayu yang bisa kami manfaatkan untuk menopang springbed hingga kompor,” kenang lelaki yang sebelumnya pernah tinggal di daerah Tanjungmas Semarang ini.

Ia tinggal di Perumahan Pantura Regency sejak tahun 2017. Hingga tahun 2023, ia dan keluarga sudah mengalami banjir sebanyak 3 kali. Ia berharap agar pemda memerhatikan nasib masyarakat kecil di kawasan pesisir Kendal. Sebab, jika terjadi, banjir sangat menyusahkan mereka.

“Mohon Pemda bisa memberi jalan keluar atau solusi atas dampak ini. Karena di daerah pesisir Kaliwungu, dalam beberapa tahun terakhir, hampir sebagian besar– kalau musim hujan terjadi banjir. Pemda bisa melakukan pendekatan terhadap KIK, mungkin ada solusi yang terbaik untuk warga di pesisir Kaliwungu,” harapnya.

Menurut Bambang, banjir selain karena dampak dari bencana hidrometerologi yang diitandai dengan curah hujan tinggi, juga tidak memadainya saluran drainase. Selain itu, adanya mesin pompa, kapasitasnya juga tak sebanding dengan volume air.

Rob di Ujung Barat Kendal

Rob tak hanya terjadi di ujung Timur pesisir Kendal. Kini, di ujung Barat pesisir Kendal yang berbatasan dengan Kabupaten Batang pun juga kerap terdampak rob, tepatnya di Kecamatan Rowosari Kendal.

Kecamatan Rowosari terletak di sebelah utara dan barat dari Kabupaten Kendal. Secara administratif, Kecamatan Rowosari berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kecamatan Kangkung dan Kecamatan Gemuh di sebelah timur, Kecamatan Weleri di bagian selatan dan Kabupaten Batang di bagian barat.

Saat siklus rob datang sebagian pesisir di Kecamatan Rowosari terutama di Desa Gempolsewu dan Sindangsikucing hampir dikatakan tenggelam oleh rob. Hal itu diungkapkan Sugeng Priyanto, nelayan dari Desa Gempolsewu Kecamatan Rowosari Kendal yang juga Ketua Forum Mina Agung Sejahtera, Rowosari.

Menurut Sugeng, melihat fenomena ini, Pemerintah mesti berkaca dari Kota Semarang. Semarang sudah kehilangan sebagian besar pantainya akibat pembangunan di kawasan pesisir yang tak kira-kira. Banyak industri yang menjorok ke laut.

“Kendal dengan adanya KIK dan pelabuhan Kendal, sebagian desa di pesisir Kendal sebagian hilang. Apalagi, ada wacana pabrik baja yang terbesar di Asia di Patebon,” ujar Sugeng saat ditemui pada Juli 2023 lalu di rumahnya.

Rencana pembangunan pabrik baja tersebut pernah diungkapkan di era Bupati Kendal Mirna Annisa (bupati Kendal periode 2016-2021). Dilansir dari jatengprov.go.id, keberadaan Pabrik Baja akan berdiri di Desa Pidodo Wetan, Kecamatan Patebon. Perusahaan berasal dari China dengan nilai investasi 2,54 miliar dolar AS dan disebut-sebut merupakan yang terbesar di Asia.

Dalam menginvestasikan dananya di Kendal, perusahaan yang berkedudukan di Tangshan, Provinsi Hebei, itu menggandeng mitranya di Indonesia, PT Seafer Kawasan Industri, yang telah menyediakan lahan seluas 700 hektare di Kecamatan Patebon.

Seharusnya, menurut Sugeng, Pemkab Kendal memikirkan masyarakat pesisir atas pembangunan di kawasan Pesisir. Dampaknya terhadap masyarakat pesisir harus dipikirkan. Selama ini mereka belum memikirkan dampak tersebut. Selama ini yang mereka pikirkan hanya keuntungan pengusahanya.

“Kalau kita (nelayan-Red) mencari ikan 2-3 mil ke tengah laut, jika pabrik baja itu berdiri, kita ke Timur, kapal kita terhalang kapal-kapal yang akan mengangkut besi. Kita ke Barat, kita terhalang oleh kapal yang mengangkut batu bara untuk PLTU Kabupaten Batang. Jadi, kita seperti gajah yang bertarung, pelanduk mati di tengah-tengah. Kan, gitu. Ini yang tidak disadari para pejabat kita. Oleh pemangku kebijakan,” ujar Sugeng mengibaratkan para nelayan di masa yang akan datang.

Atas kondisi ini, Sugeng berharap kepada pemerintah, berbagai kebijakan pembangunan industrialisasi di kawasan pesisir termasuk rencana pembangunan pabrik baja di kawasan Rowosari Weleri, dievaluasi kembali.

Kalau memang dilaksanakan, mereka harus memperhatikan desa sebelahnya yang nanti juga akan terkena dampaknya. “Karena air laut mencari daerah yang rendah. Larinya ke masyarakat,” katanya.

Sugeng melihat, fenomena itu dalam beberapa tahun sudah terjadi. Beberapa daerah pesisir di Kendal sudah mulai terkena abrasi dan terancam tenggelam. “Beberapa daerah itu, yakni Bandengan, Balong, Mororejo. Apa itu pernah dibicarakan oleh mereka? Jawaban mereka pasti karena bencana alam atau pemanasan global. Kan gitu!”

Seharusnya, menurut Sugeng, kalau mereka tahu ada pemanasan global ancaman bencana lingkungan itu ditanggulangi, bukan malah ikut merusak atau memperparah dengan pembangunan di pesisir yang tak terkendali.

“Ini yang kami khawatirkan sebagai nelayan. Jangan sampai nelayan itu, kapalnya ada di laut tapi penghuninya ada di gunung, lucu kan? Karena desa mereka tergusur bukan oleh negara tapi oleh laut, karena ulah negara. Seharusnya bisa diibicarakan lagi mengenai dampak-dampak yang ada. Kita evaluasi, benar gak, KIK berdampak?”

Dalam amatan Sugeng, dalam satu tahun terakhir, terjadi abrasi sekitar 15 meter hingga 20 meter pesisir pantai yang ada di Pantai Tawang. “Karena saya bikin tempat pertemuan di tepi pantai situ, sekarang sudah hilang. Padahal, satu tahun kemarin saya bikin pas pesta laut. Lha, pesta laut sekarang, sudah hilang. Itu kan dampak adanya pembangunan di tepi pantai,” ujar Sugeng.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Kabupaten Kendal dalam website bnpb.go.id (26/06/ 2022), ribuan warga pesisir Kendal terdampak saat banjir rob terjadi. Merujuk data tahun lalu, saat banjir rob melanda hampir sepanjang pantura Jawa Tengah, di Kabupaten Kendal, rob berdampak pada 1.847 jiwa.

Banjir rob dilaporkan berdampak di lima desa dan dua kelurahan yang berada di Kabupaten Kendal, yakni Desa Mororejo, Desa Wonorejo, Desa Kartikajaya, Desa Wonosari, Desa Pidodokulon, Kelurahan Karangsari dan Kelurahan Bandengan. Peristiwa itu berdampak pada 1.847 jiwa.

Sementara, dilansir dari detik.com (25/05/2022), pada saat banjir rob 24 Mei 2022, Kepala BPBD Kendal Sigit Sulistyo mengatakan, BPBD Kendal mencatat 8 desa atau kelurahan di empat kecamatan yang terendam banjir rob. Yakni Desa Gempol Sewu Kecamatan Rowosari, Desa Korowelang Kulon Kecamatan Cepiring, Desa Wonosari dan Kartika Jaya Kecamatan Patebon. Lalu Kelurahan Bandengan dan Karang Sari kecamatan Kendal, dan Desa Mororejo Kecamatan Kaliwungu.

Nelayan Mulai Beralih Profesi

Lingkungan kawasan yang mulai terdegradasi dan daya dukungnya tak lagi memadai juga membuat sebagian petambak maupun nelayan beralih profesi. Mereka tak sepenuhnya mengharapkan penghasilan dari ikan. Kini, sebagian dari mereka ada yang bekerja menjadi pedagang hingga tukang ojek.

Menurut Sugeng, nelayan dan petani, kini regenerasinya saat ini semakin berkurang. “Petani yang sawahnya tenggelam terkena air laut dijual tidak laku. Dibiarkan juga muspro. Kan, gtu. Akhirnya, kan beralih profesi. Kalau penghasilan mereka menurun ya, mereka akan beralih profesi,” terang Sugeng.

Kian menyusutnya jumlah nelayan itu juga terjadi di organisasi nelayan yang dikelola Sugeng. Dahulu dalam satu kelompok nelayan terdapat 15 hingga 20 orang dan ada yang 12 orang. Sekarang rata-rata tinggal 10 orang karena kapal mereka rusak tidak mampu memperbaiki, atau terkadang mereka rugi karena melaut tidak ada hasilnya, mereka tak jadi melaut.

Sumber: Hasil observasi dan wawnacara dengan petani dan nelayan selama kurun Juni-Agustus 2023 di Kecamatan Kaliwungu, kawawasn KIK, hingga Kecamatan Rowosari, Kendal.

Akademisi: Pesisir Kendal Jangan Sampai seperti Sayung

Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Dr. Mila Karmila, menyatakan, perlu upaya antisipasi sedini mungkin agar pesisir Kendal tak menjadi seperti pesisir di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Saat dilihatkan foto-foto hasil observasi radio Idola Semarang di kawasan pesisir Kendal, Mila tercengang. Ia tak membayangkan bahwa industrialisasi di pesisir Kendal yang masif dalam beberapa tahun belakangan akan berdampak secepat ini bagi lingkungan kawasan pesisir, mulai dari kawasan permukiman warga, lahan tambak, hingga lahan pertanian.

“Ternyata, proses perubahan atau pembangunan yang tidak sesuai berdampak pada masyarakat sangat cepat. Dalam beberapa tahun sudah beri dampak, terutama perubahan mata pencaharian. Fenomena ini dahulu juga terjadi di Sayung Demak,” kata Mila saat di wawancara radio Idola Semarang pada akhir September 2023.

Menurut Mila, sebagian warga Sayung kini tak bisa lagi mengandalkan tambak ataupun lahan pertanian karena arena abrasi yang begitu besar. Tak akan guna lagi bertambak. “Apakah kasus di sayung ini tidak akan terjadi di Kendal? Kita tidak tahu, tapi Ini harus diantisipasi,” ujar peneliti yang pernah melakukan kajian ilmiah tentang penanganan rob di kota Rotterdam Belanda.

Kenapa atas nama pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, selalu lingkungan yang dikorbankan? Menurut Mila, ini karena paradigma pembangunan yang mengagungkan pertumbuhan ekonomi. Selama model pembangunan seperti itu maka industrialisasi akan selalu masuk.

“Apapun, saya pikir program yang dilakukan pemerintah tidak akan menyelesaikan masalah yang ada di kawasan itu. Karena sebenarnya, bukan program penanggulangannya, tapi sebenarnya di kawasan industrinya. Harusnya tidak diperbolehkan lagi,” ujarnya.

Menurut Mila, bukan berarti dirinya menentang pembangunan. Namun, ia mempertanyakan, siapa sesungguhnya yang diuntungkan dengan kawasan industri itu? Apakah kita semua memerlukan kawasan industri itu? Siapa yang paling diuntungkan?

“Masalahnya model pembangunan kita yang keliru atau tidak pas. Kalau model pembangunan kita adalah pertumbuhan ekonomi, ya, sampai kapan pun, pasti industrialisasi akan selalu masuk,” kata Mila.

Sehingga, menurut Mila, paradigma pembangunan sudah harus diubah. Bukan lagi terkait dengan pembangunan industrialisasi, tapi pembangunan manusianya. Tak perlu harus ada industri, tapi yang dibangun manusianya.

“Jadi, kalau kita maju, ya, karena manusianya memang maju dan pintar-pintar. Bukan karena kita mempunyai industri yang banyak, tapi sebenanya ada orang yang terpinggirkan atau sengsara karena industri,” tuturnya.

Karena sudah mulai berdampak bagi masyarakat, Mila meminta pemerintah mulai memikirkan upaya antisipasi dan mitigasi ke depan, agar warga tidak semakin terdampak dan sengsara. “Ini sudah ada dampak-dampak yang harus dipikirkan oleh temen-teman Kabupaten Kendal. Jangan sampai kasus-kasus yang sekarang terjadi di Sayung, juga terulang kembali di Kaliwungu dan Kendal. Karena temen-teman Sayung itu, kan juga awalnya tidak berpikir mereka akan berada di atas air dan tenggelam,” katanya dengan nada getir.

Menurut Mila, kalau pemerintah abai atas dampak ekologis yang dipicu masifnya industrialisasi, maka akan ada banyak dampak yang akan terjadi. Pertama, dampak sosial-budaya dengan hilangnya matapencaharian sebagian warga. Kedua, lingkungan. Banyak lahan sawah kini mulai diubah menjadi tambak karena memang sudah tidak lagi dijadikan sawah.

“Kalau ini tidak dihentikan, mungkin saja, kawasan di Kaliwungu akan sama dengan Sayung yang lama-lama juga akan hilang. Karena tidak adanya aturan yang ketat terkait dengan industrialisasi di kawasan Pesisir,” harap Mila.

KIK: Di antara Harapan dan Dampaknya

Kawasan Industri Kendal (KIK) merupakan pengembangan kota industri terbesar di Jawa Tengah dengan ukuran total pengembangan 2.200 hektar. KIK juga merupakan perusahaan patungan antara dua pengembang industri di Asia Tenggara, Naming Sembcorp Development Ltd dan PT Jababeka Tbk. Kawasan industri ini pada 14 November 2016, diresmikan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo dan PM Singapura Lee Hsien Loong.

Pembangunan Kendal Industrial Park ini diharapkan memberikan efek positif bagi peningkatan investasi di Indonesia. Kawasan terintegrasi pertama di Provinsi Jawa Tengah ini ditargetkan menyerap potensi investasi hingga Rp 200 triliun dan tenaga kerja sebanyak 500 ribu orang.

KIK telah resmi ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui peraturan Pemerintah (PP) No.85/2019 yang dikeluarkan 18 Desember 2019. KIK sendiri memiliki area pengembangan fase 1 seluas 1.000 hektare. Dari sana Kendal digadang-gadang berpotensi menjadi episentrum ekonomi baru di Jawa Tengah yang dapat memberikan kontribusi signifikan bagi ekonomi daerah dan nasional.

Kendal dianggap memiliki keunggulan geo-ekonomi karena kawasan tersebut terletak berdekatan dengan Bandara Ahmad Yani, Pelabuhan Tanjung Emas dan dilewati Tol Trans Jawa, Jalur Pantura, serta Jalur Kereta Api Ganda Jakarta-Semarang-Surabaya.

Untuk mengetahui kondisi dan perkembangan terkini, radio Idola Semarang melakukan observasi di lokasi pengembangan pada Juli 2023. Sebagian pabrik sudah beroperasi dan sebagian masih dalam proses pembangunan. PT KIK telah menyediakan “kavling-kavling” lahan bagi para investor untuk bisa didirikan pabrik. Aktivitas perkantoran di dekat gerbang masuk juga belum ramai.

Aktivitas yang tampak tiada henti adalah kendaraan dump truck pengangkut tanah urukan (galian C) yang diambil dari wilayah Kaliwungu Selatan. Sebagian juga mengangkut batu-batu untuk ditaruh di bibir pantai yang berbatasan dengan laut.

Aktivitas mobil dump truck mengangkut tanah urukan hilir mudik untuk pembangunan pabrik di KIK. (Foto diambil Juli 2023/Heri C Santoso)
Salah satu pabrik yang telah beroperasi di KIK, yakni PT Dae Young Textile. (Foto diambil Juli 2023/Heri C Santoso)
Beberapa pabrik dalam KIK juga masih dalam proses pembangunan dan pengurukan tanah. (Foto diambil Juli 2023/Heri C Santoso)

Mengenai progres pembangunan KIK, serta dampak lingkungan yang ditimbulkannya, radio Idola Semarang sempat menghubungi Executive Director PT KIK, Didik Purbadi, untuk wawancara tetapi hingga berita ini ditulis tak direspons. Tak hanya dengan pihak KIK, kami pun juga mengajukan wawancara dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas DPMPPTSP) Kabupaten Kendal, Anang Widiasmoro, juga belum direspons dengan alasan banyak aktivitasnya.

Melansir data dari Solo Pos (21/06/2023) dalam Ekspedisi Investasi Jateng 2023, Head of Sales & Marketing Kendal Industrial Park, Juliani Kusumaningrum, mengatakan, pasca-Covid-19 ketertarikan investor untuk menanam modal di KIK semakin meningkat. Belasan bangunan pabrik telah berdiri dan beroperasi, seperti PT Master Kidz Indonesia, perusahaan mainan asal Hong Kong, yang sudah berproduksi bahkan melakukan ekspor. Ada pula beberapa bangunan pabrik yang masih dalam proses konstruksi.

Saat ini tercatat ada 90 perusahaan yang berinvestasi di kawasan tersebut. Pada 2018 rata-rata investasi perusahaan hanya seluas 1-3 hektare, berlanjut dengan jumlah yang sama hingga 2022. Namun, setelah pandemi Covid-19 pada 2023, nilai investasi perusahaan rata-rata di atas lahan seluas 10 hektare. Total 80 persen sudah terisi (pada pengembangan fase 1), sudah ada 90 perusahaan, 29 sudah beroperasi 14 sudah membangun konstruksi, dan sisanya tinggal menunggu tahapan pembangunan.

Juliani memaparkan, dari jumlah tersebut sebanyak 48 persen investor berasal dari Indonesia, mayoritas ekspansi dari kawasan industri Jawa Barat, seperti Cikarang, Bekasi, Tangerang dan Banten. Sementara 52 persen di antaranya adalah perusahaan asing atau multinasional, seperti dari China, Taiwan, Hongkong, dan Korea. Beberapa di antaranya merupakan perusahaan di sektor fashion, elektronik, makanan, dan minuman.

Jerman menjadi asal perusahaan teranyar yang turut bergabung dengan KIK. Hans Dinslage GmbH melalui PT Beuer Indonesia Technology bakal membangun pabrik alat kesehatan di KIK. Fasilitas itu jadi yang pertama dimiliki perusahaan di Indonesia, juga di kawasan Asia Tenggara.

Melihat kondisi warga Pesisir Kendal semua pihak khususnya pemerintah dan pengembang untuk menjaga dan memerhatikan lingkungan mereka. Kita tidak ingin kawasan Pesisir Kendal menjadi seperti Kecamatan Sayung Demak saat ini—yang lambat laun daratannya hilang setelah dihantam air laut terus menerus. Ya, seperti sebuah pepatah, sebagian warga pesisir Kendal yang kini dikepung industrialisasi, bak pelanduk yang berada di antara Gajah-gajah yang sedang bertarung… Semoga kan ada yang segera bergegas menyelamatkan sang pelanduk! (her/tim)