Bagaimana Penggunaan Aspirasi tanpa Framing dan Mendistorsi?

Aspirasi
Ilustrasi/Istimewa
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – “Kita jarang menyadari, bahwa pikiran dan emosi kita yang paling pribadi, sebenarnya bukanlah pikiran kita sendiri. Karena kita berpikir dalam bahasa dan gambaran yang tidak kita ciptakan namun diberikan kepada kita oleh Masyarakat, melalui peradaban” Alan Watts

Alan Watts adalah seorang filsuf, penulis, dan pembicara kenamaan dari Britania, yang menulis lebih dari dua puluh lima buku dan banyak artikel tentang topik-topik seperti identitas diri, sifat sejati realitas, kesadaran, dan pengejaran kebahagiaan.

Maka, di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia—semua tokoh Masyarakat, terlebih para akademisi, mesti mempertimbangkan pandangan Watts ini—kemudian menjadikannya sebagai landasan dalam komunikasi atau rekomendasinya. Sebab disadari atau tidak, mereka ‘sedang’ membentuk sikap, perilaku dan pikiran masyarakat.

Seperti kita tahu, beberapa waktu belakangan para akademisi dari sejumlah kampus “turun gunung” menyuarakan aspirasinya melalui petisi yang menuntut agar penyelenggaraan Pemilu tetap dalam koridor demokrasi. Mereka juga menyerukan ajakan kembali ke jalan demokrasi kepada Presiden Jokowi serta aparat penegak hukum, pejabat negara, dan aktor politik.

Namun, di sisi lain, sejumlah akademisi yang tergabung dalam Forum Guru Besar Indonesia mengimbau kepada seluruh civitas akademika untuk menghindari pernyataan yang bisa menggiring opini elektoral dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara.

Lalu, bagaimana penggunaan aspirasi tanpa framing dan mendistorsi—ketika Pemilu sudah akan berlangsung dalamhitungan hari? Salahkah petisi dari para Akademisi? Bagaimana idealnya petisi itu mesti disampaikan agar bisa menjadi pengingat atau bahkan “tuntunan” bagi para pemangku kepentingan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Singgih Tri Sulistyono (Ketua Presidium Forum Guru Besar Indonesia/ Guru Besar Sejarah FIB Universitas Diponegoro Semarang), Yanuar Nugroho, PhD (Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance (CIPG)), dan Prof Hibnu Nugroho (Guru Besar Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: