Dukung SDG, Prof Ngatindriantun Gagas Smart Farming 5.0

Prof Ngatindriatun
Prof Ngatindriatun saat menyampaikan orasi ilmiahnya usai dikukuhkan sebagai guru besar ilmu ekonomi di Binus Semarang.

Semarang, Idola 92,6 FM-Melalui gagasannya Smart Farming 5.0, Prof Ngatindriatun dikukuhkan sebagai guru besar ilmu ekonomi di Binus Semarang, kemarin.

Upacara pengukuhan dilakukan Ketua Senat dan Rektor BINUS University Dr.Nelly dan dihadiri kepala LLDIKTI Wilayah III, kepala LLDIKTI Wilayah VI, perwakilan pimpinan daerah, dewan guru besar, guru besar tamu dan perwakilan industri.

Rektor BINUS University Dr. Nelly mengatakan pada tahun ini, BINUS University sudah mengukuhkan sebanyak tiga guru besar.

Sedangkan Prof Atin (panggilan Prof Ngatindriatun), merupakan guru besar ke-30 yang dikukuhkan BINUS University.

Menurutnya, BINUS Semarang baru ada dua angkatan mahasiswa tetapi sudah memiliki guru besar.

Dr. Nelly menjelaskan, Prof Atin saat ini merupakan Lecturer Specialist-Profesor Digital Business pada BINUS Business School.

Prof Atin merupakan guru besar tetap dalam bidang ilmu ekonomi, dan merupakan merupakan guru besar ke-30 yang dikukuhkan BINUS University.

‘Diharapkan dedikasinya akan memperkuat BINUS@Semarang sebagai pusat pendidikan yang mengusung teknologi metaverse dan akan diintegrasikan ke dalam pelatihan pertanian, layanan penyuluhan, dan platform pasar virtual. Menciptakan model pertanian yang tidak hanya berteknologi maju tetapi juga berkelanjutan secara ekonomi dan bertanggung jawab terhadap lingkungan,” kata Dr. Nelly.

Sementara Prof Atin menambahkan, pertanian Indonesia saat ini dihadapkan sejumlah permasalahan.

Mulai dari terbatasnya akses teknologi modern, rendahnya produktivitas, kurangnya infrastruktur, perubahan iklim yang mengganggu pola tanam serta ketimpangan akses pasar.

Prof Atin menjelaskan, Smart Farming 5.0 yang mengakselerasikan teknologi maju dapat mengoptimalkan sumber daya dan mengurangi dampak lingkungan serta merevolusi produksi pangan dan mendorong keberlanjutan dalam menghadapi pertumbuhan populasi perkotaan.

“Indonesia berhasil mencatat surplus perdagangan produk pertanian pada tahun 2022 sebesar Rp275,15 triliun. Dalam rentang Januari-Juni 2023, nilai ekspor produk pertanian mencapai Rp258,46 triliun dengan surplus sebesar Rp74,35 triliun. Akan tetapi, peningkatan produktivitas pertanian Indonesia masih belum berbasis nilai tambah,” ujar Prof Atin.

Lebih lanjut Prof Atin menjelaskan, teknologi Smart Farming 5.0 mengubah paradigma pertanian yang berkemajuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas serta keberlanjutan.

Keberadaan Smart Farming memiliki dampak multi segi lingkungan hidup, sosial dan ekonomi.

“Dalam menciptakan model pertanian yang tidak hanya berteknologi maju, tetapi juga berkelanjutan secara ekonomi dan bertanggung jawab terhadap lingkungan,” pungkasnya. (Bud)