Mengenal Tradisi Kupat Jembut Yang Sudah Ada Puluhan Tahun di Kampung di Semarang

Warga Jateng di Kelurahan Pedurungan Kidul
Warga Jateng di Kelurahan Pedurungan Kidul, Kecamatan Pedurungan saat menunjukkan ketupat yang terbuat dari beras dan berisi taoge.

Semarang, Idola 92,6 FM-Setiap masuk bulan Syawal atau sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri, ada kampung di Kota Semarang memiliki tradisi unik yang sudah berjalan puluhan tahun lamanya.

Tradisi tersebut dinamakan kupat jembut, dan selalu dinantikan warga sekitar Kelurahan Pedurungan Tengah di Kecamatan Pedurungan.

Imam Masjid Roudhotul Muttaqin, Munawir menjelaskan jika tradisi kupat jembut dilakukan setelah hari Lebaran. Hal itu dikatakan saat ditemui di Masjid Roudhotul Muttaqin, Rabu (17/4).

Munawir menjelaskan, tradisi kupat jembut juga sebagai penanda berakhirnya puasa sunah Idul Fitri.

Tradisi ini juga disebut Lebaran anak-anak di Kampung Jaten, karena Lebaran sudah berakhir dan sebagai tanda telah saling bermaafan.

Menurutnya, tradisi kupat jembut diperkirakan sudah ada ketika perang dunia kedua usai dan banyak warga kampung ketika mengungsi ke daerah Mranggen maupun Grobogan.

Saat itu, karena suasana masih sederhana dan untuk memeringati Lebaran warga membuat ketupat yang berisi taoge atau kecambah dan sambal kelapa.

“Untuk kampung sini dimulai sejak tahun 1950. Awalnya dulu enggak ada namanya, cuma ketupat yang dibelah tengahnya dan dikasih itu (taoge). Karena perkembangan zaman, orang-orang menamai ketupat rambut dan ketupat jembut dan lain-lain. Itu hanya penamaan dari warga yang mengartikan sendiri-sendiri,” kata Munawir.

Lebih lanjut Munawir menjelaskan, saat tradisi kupat jembut juga dibarengi menyalakan petasan.

Hal itu terjadi pada 1965 silam, atau berbarengan dengan peristiwa Gerakan 30 September sebagai simbol perlawanan warga terhadap kelompok pemberontak.

“Perayaan ini berkembang sesuai zamannya. Menurut kakek saya, setelah pulang haji barulah ketupat ada uangnya sampai sekarang,” pungkasnya. (Bud)