Boyolali, Idola 92,6 FM – Jarum jam di dinding rumah hampir menunjukkan pukul 06.15 WIB, yang artinya Sugeng masih ada waktu setengah jam untuk bisa sampai ke pabrik tempatnya bekerja.
Ya, Sugeng adalah seorang pekerja pabrik yang terpaksa meninggalkan kampung halamannya di daerah Turirejo, Keposong, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali untuk merantau di Jakarta.
Tak butuh waktu lama, Sugeng lantas memacu kendaraannya menuju ke pabrik seperti biasa.
Sesampai di pabrik, Sugeng memarkirkan motor dan segera menuju ke tempatnya bekerja sehari-hari.
Selepas bekerja di pabrik, dirinya lantas mengambil kerja sambilan sebagai tukang ojek.
Tanpa disadari, hari itu menjadi hari naas baginya karena Sugeng mengalami kecelakaan sepeda motor.
Hari itu, Sugeng harus mengalami kemalangan.
Sugeng lantas segera dilarikan ke rumah sakit terdekat, untuk mendapatkan perawatan.
”Dulunya kan kita merantau ke Jakarta sebagai karyawan pabrik. Kalau pulang sore kita nyambi-nyambi ngojek, dan saat itu kita kecelakaan,” kata Sugeng.
Karena kejadian kecelakaan yang menimpanya itu, Sugeng harus menerima nasib tangan kanannya mengalami cacat permanen.
Tangan kanan Sugeng tidak bisa digerakkan seperti sedia kala, dan dirinya pulang ke kampung halaman.
Setibanya di rumah dan tidak lagi merantau di Jakarta, hari-hari Sugeng hanya diisi dengan duduk diam di dalam rumah.
Tak ada aktivitas apapun yang dikerjakan, dan Sugeng hanya mengandalkan penghasilan istrinya untuk menyambung hidup di desa.
Puas berkeliling di kandang belakang rumah dan melihat sapi serta kambingnya seraya memberi makan, Sugeng lantas memberanikan diri ke luar rumah dan keliling sekitar desanya berjalan kaki.
Tanpa terasa, langkah kaki Sugeng membawanya hingga sampai di rumah Haryono.
Rumah Haryono kerap dijadikan tempat bagi sebagian warga, utamanya penyandang disabilitas untuk mencari ilmu.
Banyak orang di desanya, menyebut Haryono sebagai pendamping bagi para penyandang disabilitas.
Kepada Sugeng, Haryono mengatakan jika dirinya memang memberikan pendampingan kepada para penyandang disabilitas.
Terutama, para penyandang tuna daksa dan membutuhkan adanya pelatihan khusus untuk kelompok rentan salah satunya penyandang disabilitas.
”Saya mendampingi teman-teman difabel satu kecamatan, jadi meliputi beberapa desa yang ada di Kecamatan Tamansari kami wadahi di Pandhawa Patra. Sebelumnya dulu kami gabung di Sanggar Inklusi Kecamatan Kemusuk. Sejak itu kita berkumpul, teman-teman difabel di sini dan saya damping karena dulu saya juga mendampingi di Kecamatan Kemusuk,” ujar Haryono.
Merasa puas dengan penjelasan Haryono, Sugeng memutuskan untuk bergabung dan siap mendapatkan pelatihan.
Hari berganti pekan, pekan berganti bulan hingga berganti tahun, Sugeng giat berlatih dan mendapat keterampilan di rumah Haryono.
Sugeng belajar bagaimana cara pembibitan, bagaimana mencari dan mengolah pakan ternak dengan baik.
”Setelah dapat pelatihan dari Pandhawa Patra, kita bisa mendapat ilmu tentang pembibitan dan ternak, Alhamdulillah bisa mandiri di rumah. Kemudian kita praktikkan, dari tadinya tidak bisa menjadi bisa,” ucap Sugeng.
Kini, Sugeng mulai terampil dalam proses pembuatan bibit dan juga pengolahan pakan ternak.
Bahkan, hasilnya sudah bisa dirasakan karena ternyata ada yang menginginkan hasil pembibitan yang dikerjakan Sugeng.
”Penjualannya itu saya bikin status di WA dan saya posting di media sosial. Ternyata, teman-teman pada butuh terus kita antar ke rumah,” ujarnya.
Rupanya, bukan Sugeng si orang desa yang tidak cepat puas dengan apa yang telah dikerjakan.
Dirinya melihat peluang lain untuk mendapat pundi-pundi Rupiah, guna memberikan kesejahteraan bagi keluarganya.
Sepeda motor yang biasa dipakainya itu, lantas dibawa ke bengkel dan diminta mengubah setelan gas dari sebelumnya ada di kanan dipindah berada di tangan kiri.
Alhasil, sepeda motornya itu dimodifikasi dengan setelan gas berada di sebelah kiri dan kini Sugeng berkeliling desa sebagai penjual mainan anak-anak.
”Jualan mainan keliling, berkeliling ke tiap sekolah atau kalau ada kegiatan masyarakat seperti hajatan nikahan sama wayangan kita berangkat jualan,” kisahnya.
Berbeda dengan Sugeng, Suyadi mengaku mengalami cacat bawaan sejak dari lahir.
Tangan kanannya tidak bisa tumbuh layaknya orang normal, sehingga hanya sampai pada batas siku saja.
Namun, semangatnya juga tidak kalah dengan orang normal.
Suyadi yang masih satu desa dengan Sugeng itu, juga menimba ilmu di rumah Haryono.
”Setelah bergabung di Pandhawa Patra, kita sudah bermacam pelatihan diikuti. Misal di pertanian kita diajari okulasi, dan kalau peternakan kita diajari membuat pakan,” kata Suyadi.
Hanya mengandalkan satu tangan saja atau hanya memakai tangan kiri untuk beraktivitas, tidak menghalangi Suyadi memberikan nafkah kepada keluarganya.
Terbukti, selama ini Suyadi tidak merasa kesulitan dan tetap mampu menyediakan bibit bagi para pelanggannya.
”Bibit yang saya buat di rumah, ternyata ada yang minat beli dan datang ke rumah. Alhmadulillah, pendapatan dari menjual bibit cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur,” ucap Suyadi.
Sementara itu, Haryono menjelaskan bahwa dirinya dipercaya Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah untuk mengampu Pandhawa Patra.
Yakni, perkumpulan yang menaungi para penyandang disabilitas di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali untuk mendapatkan pelatihan dan pemberdayaan masyarakat.
Yaitu, lewat pelatihan atau keterampilan di bidang pertanian dan peternakan.
Menurutnya, sebagai daerah yang tidak jauh dari Gunung Merapi, wilayah Boyolali memiliki lahan tanah subur dan cocok sebagai budidaya pertanian sayuran dan sebagainya.
”Kita mengarah pada potensi pertanian dan peternakan. Kita belajar tentang okulasi dan pembibitan sama belajar bagaimana membuat pakan ternak,” jelas Haryono.
Dalam melakukan pemberdayaan kepada para penyandang disabilitas yang tergabung di Pandhawa Patra, dirinya secara periodik menggelar pertemuan rutin.
Utamanya, membahas tentang progres dari hasil pelatihan yang sudah diberikan kepada para penyandang disabilitas di desanya.
Biasanya, Haryono mendapatkan masukan atau keluhan dari para anggota saat melakukan okulasi atau pembibitan tanaman baru.
”Mereka sekarang sudah mengarah ke mandiri. Karena orientasi di sini pendidikan, harapannya di rumah bisa mandiri,” ujar Haryono.
Haryono menjelaskan, Pandhawa Patra saat ini sudah mulai terasa dampaknya.
Tidak hanya bagi anggotanya yang merupakan penyandang disabilitas, tapi juga masyarakat sekitar.
Saat tengah asyik berdiskusi di gazebo Pandhawa Patra, tanpa disadari Haryono dan rekan-rekan, salah satu perangkat Desa Keposong melintas dan menghampiri mereka.
Rupanya, kehadiran seorang perangkat desa ke Pandhawa Patra menjadikan warga menjadi bungah atau bangga karena pemerintah desa ikut turun langsung memerhatikan nasib masyakaratnya, termasuk para penyandang disabilitas.
Menurut Yayan Trisaputro selaku perangkat Desa Keposong, keberadaan Pandhawa Patra di desanya memberikan asa bagi masyarakat khususnya penyandang disabilitas.
Sebab, asa yang datang berupa Pandhawa Patra mampu mengubah dan meningkatkan kesejahteraan para penyandang disabilitas.
Yayan menjelaskan, jumlah warga di Desa Keposong ada 4.062 orang dengan mayoritas mata pencaharian warga adalah petani dan peternak.
Sementara, jumlah penyandang disabilitas di Desa Keposong ada 26 jiwa dan kebanyakan adalah tuna daksa.
Yayan menyebut, sebelum kehadiran Pandhawa Patra di desanya itu masyarakat dan juga penyandang disabilitas tidak mengenal pertanian ataupun peternakan modern.
Semua masih dilakukan secara tradisional, dan setelah adanya Pandhawa Patra serta mendapat pelatihan semuanya mulai berubah.
”Setelah mereka ikut dan bergabung dengan Pandhawa Patra serta mendapat pelatihan, para warga penyandang difabel ini bisa menerapkan pertanian modern. Selain itu, mereka juga bisa mendapat penghasilan lebih baik dari sebelumnya,” ujar Yayan.
Sementara Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho menyatakan bahwa Fuel Terminal Boyolali berfokus pada penyelesaian permasalahan lingkungan, pertanian dan peternakan serta pengentasan kemiskinan kelompok rentan atau peyandang disabilitas.
Yakni, dengan membangun inovasi program berupa kegiatan integrated farming inklusi berbasis ekonomi sirkular yang disebut Pandhawa Patra.
Program tersebut telah sukses mendapatkan proper emas selama lima kali berturut-turut.
”Program kewirausahaan disabilitas yang ada di Boyolali, digagas Fuel Terminal Boyolali pada tahun 2021. Kelompok Pandhawa Patra itu fokus pada pertanian terpadu dan peternakan,” jelas Brasto.
Menurut Brasto, Desa Keposong dipilih karena masyarakatnya mayoritas mengandalkan bidang pertanian dan peternakan sebagai mata pencahariannya.
Oleh sebab itu, Pertamina melihat potensi yang ada di Desa Keposong untuk pertanian dan peternakannya perlu dilakukan pengembangan.
Melalui program CSR, program Pandhawa Patra hadir dengan fokus pada pertanian terpadu dan peternakan.
Yakni, melalui edukasi pertanian dan peternakan inklusi yang bertujuan untuk membantu para penyandang disabilitas berwirausaha.
”Dengan melihat potensi tersebut, kemudian kita masuk dan akhirnya kita bantu untuk bangunannya serta pelatihannya dan juga peralatannya,” lanjut Brasto.
Lebih lanjut Brasto menjelaskan, program Pandhawa Patra memberikan dampak positif bagi masyarakat Desa Keposong terutama para penyandang disabilitas.
Bahkan, berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan masyarakat Desa Keposong sebesar 0,65 persen.
Menurut Brasto, dari program Pandhawa Patra yang digulirkan di Desa Keposong di Kecamatan Tamansari itu pihaknya membuat rencana kerja selama lima tahun.
Setelah program berjalan selama lima tahun, maka Pertamina akan melepas masyarakat penerima bantuan dengan melihat perkembangan yang terjadi sepanjang lima tahun tersebut.
”Kami buat program tahunan yang itu tentu berbeda-beda. Harapannya, Pandhawa Patra bisa menularkan ilmunya ke kelompok yang lain,” harap Brasto.
Sementara, Haryono memiliki harapan bahwa seluruh penyandang disabilitas yang tergabung menjadi anggota Pandhawa Patra mampu berkontribusi bagi lingkungannya.
”Mereka yang dimarjinalkan, harapan kami mereka bisa bangkit lebih dari yang lain,” ujarnya.
Sedangkan Yayan sebagai perwakilan Pemerintah Desa Keposong juga memiliki harapan, kesuksesan yang diraih penyandang disabilitas di Desa Keposong bisa menyebar ke desa lain di Kecamatan Tamansari.
Sehingga, kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Merapi itu bisa meningkat.
”Dengan adanya Pandhawa Patra, kami selaku pemerintah desa sangat mendukung. Dan ke depannya kami punya harapan Pandhawa Patra bisa menyebar luas bagi seluruh desa di Kecamatan Tamansari,” ucap Yayan.
Harapannya, tidak ada lagi penyandang disabilitas yang ada di Desa Keposong harus menutup diri dan tidak mau bangkit serta berusaha. (Bud)