Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah Kota Semarang baru-baru ini menorehkan prestasi gemilang sebagai Kota Pionir Pembangunan Inklusi Sosial dalam ajang yang diselenggarakan Institute For Democracy and Peace (SETARA) yang bekerja sama dengan INKLUSI, platform Kemitraan Indonesia-Australia.
Direktur Eksekutif SETARA, Halili Hasan, menyerahkan penghargaan kepada Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng dengan diwakili Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang-Joko Hartono di Jakarta, Kamis (13/03) lalu. Raihan ini menjadi bukti komitmen Pemkot Semarang terhadap pengarusutamaan inklusi sosial dalam pembangunan.
Kota Semarang mendapatkan skor 3,6 yang merupakan nilai tertinggi sejajar dengan Kota Bandung, Kota Denpasar, Kota Padang, dan Jakarta Selatan. Ajang penghargaan itu diselenggarakan bersamaan dengan peluncuran Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) oleh SETARA sebagai apresiasi terhadap kondisi inklusi sosial di tingkat nasional dan di 24 kabupaten/kota di Indonesia.
Maka, ketika Semarang dinobatkan sebagai Kota Pionir Pembangunan Inklusi Sosial: kita perlu memahami, apa artinya penghargaan itu? Sebagai Warga kota Semarang, bagaimana kita dapat memberikan dukungan? Serta, apa jadinya kalau seluruh kota di Indonesia menjadi inklusif?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Dr Hartati Sulistyo Rini (Sosiolog Universitas Negeri Semarang (UNNES)) dan Prof HM Mukhsin Jamil (Guru Besar UIN Walisongo Semarang).ย (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: