Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso (kiri atas) saat menyampaikan materi terkait pendidikan anak di tempat pengungsian bencana.

Semarang, Idola 92,6 FM-Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menegaskan, anak-anak korban bencana tetap memiliki hak untuk memeroleh pendidikan, meskipun berada di tenda-tenda pengungsian.

Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso mengatakan menyikapi sejumlah bencana banjir bandang yang melanda berbagai wilayah di Sumatera, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, serta banjir yang juga terjadi di kawasan Jatinangor perlu mendapat perhatian. Hal itu disampaikan melalui siaran pers secara daring, kemarin.

Menurut Piprim, pemenuhan hak pendidikan anak perlu disesuaikan dengan fase bencana yang sedang berlangsung.

Pada fase tanggap darurat, prioritas utama tetap keselamatan dan keamanan anak, termasuk tersedianya tempat pengungsian yang layak.

“Namun, jangan sampai kita melupakan bahwa anak-anak tetap berhak mendapatkan pendidikan, meskipun dalam kondisi darurat,” kata Piprim.

Piprim menjelaskan, proses belajar pada fase darurat dapat dilakukan secara sederhana di tenda-tenda pengungsian dengan pola yang adaptif.

Durasi belajar sebaiknya lebih singkat, dan materi difokuskan pada kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.

Selain itu, momen pembelajaran di pengungsian juga dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan keterampilan hidup, khususnya perilaku hidup bersih dan sehat.

“Anak-anak bisa diajarkan bagaimana mencegah penyakit seperti diare, pentingnya kebersihan, serta memastikan imunisasi dasar seperti campak tetap terpenuhi,” jelasnya.

Lebih lanjut Piprim menjelaskan, pendidikan tidak harus selalu dilakukan di ruang kelas formal.

Pendidikan dapat berlangsung di mana saja, termasuk di tenda-tenda darurat, dengan metode yang disesuaikan dengan kondisi psikologis dan fisik anak-anak korban bencana.

“Setelah fase tanggap darurat terlewati dan memasuki masa pemulihan, anak-anak dapat mengikuti pembelajaran remedial secara bertahap untuk mengejar ketertinggalan. Namun, hal tersebut harus tetap mempertimbangkan beban mental anak yang baru saja mengalami bencana,” pungkasnya. (Bud)