Banjir Kalsel: Di Antara Alih Fungsi Lahan dan Anomali Cuaca, Bagaimana Idealnya Posisi Pemerintah?

Banjir Kalsel (Photo: ANTARA)
Banjir Kalsel (Photo: ANTARA)

Semarang, Idola 92.6 FM – Banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan pada 12 Januari 2021 lalu menimbulkan perdebatan panjang. Para pegiat lingkungan hidup mengklaim, banjir di 10 kabupaten/kota di Kalsel itu dampak dari alih fungsi lahan.

Berdasarkan catatan Sajogyo Institute, secara keseluruhan, setengah wilayah Kalsel telah dikuasai perusahaan ekstraktif, atau dari 3,7 juta hektare luas Kalsel, 50 persen wilayahnya telah dibebani perizinan industri ekstraktif perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu bara.

Padahal, kita tahu, intensi Perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan, di mana soal daya dukung lingkungan dan sustainability, hanyalah sampingan atau unintended consequences. Sementara, bagi keberlangsungan hidup bersama (life shared), justru sebaliknya; di mana sustainability adalah daya dukung utama. Sehingga, kelestarian lingkungan mutlak mesti diselamatkan.

Lalu, di antara dua kepentingan yang saling berhadapan secara diametral, maka bagaimana idealnya Posisi pemerintah? Bagaimana pula cara civil society untuk turut mengawal dan mendesak pemerintah agar memperhatikan isu ini, mengingat lingkungan sangat menentukan bagi keberlangsungan hidup bersama?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Eko Cahyono (Direktur Sajogyo Institute Periode 2015- 2018, Asisten Pengajar di Divisi Kajian Agraria dan Kependudukan (KAREP) Fakultas Ekologi Manusia IPB); Prof. Hariadi Kartodihardjo (Guru Besar Kebijakan Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB)); dan Dedi Mulyadi (Wakil ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Golongan Karya (Golkar)). (her/andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya: