Semarang, Idola 92,6 FM-Pemerintah menerbitkan dua peraturan menteri keuangan (PMK), yang mengatur ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bulion.
Penerbitan kedua PMK tersebut, bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dan memberikan kepastian hukum.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rosmauli mengatakan penyusunan kedua PMK tersebut diperlukan adanya dukungan terhadap kegiatan usaha bulion, dalam bentuk penyesuaian pengaturan perpajakan dengan perkembangan kegiatan usaha bulion yang telah diatur Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Pernyataan itu disampaikan melalui siaran pers, kemarin.
Menurutnya, usaha bulion mencakup kegiatan yang berkaitan dengan emasbseperti simpanan, pembiayaan, perdaganganbdan penitipan emas lembaga jasa keuangan.
“Sebelumnya, ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion telah diatur dalam PMK 48 Tahun 2023 dan PMK 81 Tahun 2024, yang menimbulkan tumpang tindih. Contohnya, penjual emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas penjualan kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Bulion. Sementara LJK Bulion sebagai pembeli juga memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 persen atas pembelian yang sama,” kata Rosmauli.
Rosmauli menjelaskan, ketentuan yang baru tersebut diharapkan dapat menghilangkan potensi tumpang tindih.
PMK pertama adalah PMK Nomor 51 Tahun 2025 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 mengatur bahwa penjualan emas konsumen akhir kepada LJK Bulion sampai dengan Rp10 juta, dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.
PMK kedua adalah PMK Nomor 52 Tahun 2025 mengatur ketentuan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion dalam bentuk perdagangan (bullion trading, dan menetapkan pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan emas perhiasan atau emas batangan pengusaha emas perhiasan dan/atau emas batangan kepada konsumen akhir.
“Ketentuan dalam kedua PMK tersebut menjelaskan bahwa pembelian emas batangan oleh masyarakat (konsumen akhir) dari Bank Bulion tidak dikenakan pemungutan PPh Pasal 22. Penjualan emas kepada LJK Bulion juga dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 apabila nilai transaksinya tidak melebihi Rp10 juta. Namun, jika nilai transaksi lebih dari Rp10 juta, LJK Bulion wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga pembelian,” jelasnya.
Lebih lanjut Rosmauli menjelaskan, usaha bulion bukan merupakan jenis pajak baru melainkan bentuk penyesuaian agar tidak terjadi tumpang tindih pengenaan pajak.
“DJP akan terus melakukan penyesuaian regulasi perpajakan sesuai dinamika sekor keuangan, termasuk kegiatan usaha bulion dan emas batangan,” pungkasnya. (Bud)