Bagaimana Menghapus Praktik Jual Beli Jabatan?

Semarang, Idola 92.6 FM – Praktik jual beli jabatan masih menjadi fenomena yang masih sulit hilang di negeri ini. Mental menerabas jalan pintas itu masih menjadi salah satu cara yang dilakukan demi meraih kursi empuk sebuah jabatan. Ia hadir dan selalu terjadi karena harus diakui adanya permintaan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Baru-baru ini KPK berhasil mengungkap kasus jual beli jabatan di Kabupaten Nganjuk yang melibatkan Bupati Taufiqurrahman, dan beberapa pejabat terkait.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, praktik jual-beli jabatan diduga masih marak dilakukan di berbagai tempat, tidak cuma di Kabupaten Klaten dan Nganjuk. Kedua daerah itu memang menjadi sorotan setelah kepala daerahnya terjerat kasus dan menjadi tersangka di KPK. Untuk mengantisipasi hal tersebut, KPK menilai penguatan aparat pengawas internal perlu segera dilakukan. Salah satunya, perubahan struktur inspektorat agar lebih tinggi dari aparat yang diawasi.

KPK saat ini masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri mengenai regulasi penguatan inspektorat di daerah. Kedua lembaga sama-sama mengusulkan agar inspektorat pemerintah kabupaten atau kota strukturnya tidak berada di bawah bupati atau wali kota. Hal itu untuk menghindari inspektorat dikendalikan oleh kepala daerah yang diawasi.

Sebelumnya, KPK menangkap tangan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dan beberapa pejabat di Kabupaten Nganjuk. Taufiq diduga menerima suap Rp 298 juta terkait praktik jual beli jabatan. Praktik yang sama pernah terungkap di Kabupaten Klaten yang melibatkan Bupati Klaten Sri Hartini.

Lantas, apa sesungguhnya akar masalah masih maraknya jual beli jabatan? Adakah akar budaya kita yang memicu mental jual beli jabatan? Benarkah ini karena memang terjadi akibat masih adanya permintaan masyarakat?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Geger Riyanto (antropolog Universitas Indonesia) dan Mohammad Abduhzen (Direktur Eksekutif Institute for Education Reform di Universitas Paramadina). (Heri CS)

Berikut Perbincangannya: