Kurangi Kadar Air, Bulog Pakai Alat Drying Agar Layak Masuk Gudang

Semarang, 92.6 FM-Kadar air yang dibolehkan berada diambang 14 persen, sedangkan gabah yang terendam banjir dan memiliki kadar air di atas 25 persen tidak bisa dijual dengan harga tinggi. Sehingga, Perum Bulog Divisi Regonal Jawa Tengah berupaya memaksimalkan mengurangi kadar air dengan alat oven atau drying. Terutama di wilayah langganan banjir dan sentra penghasil beras, di antaranya Kabupaten Demak dan Pati.

Kepala Bidang Pengadaan Perum Bulog Divre Jateng Ismoyo Dwi Djantoro mengatakan, sesuai dengan instruksi presiden (inpres) maksimal kadar air untuk gabah kering panen yang masuk di gudang Bulog maksimal 25 persen. Sehingga, jika ada gabah yang masuk dan kadar airnya di atas 25 persen, maka diupayakan untuk diturunkan kadar airnya.

Proses pengeringan gabah membutuhkan waktu sekira delapan jam, untuk mendapatkan gabah dengan kadar air hingga 14 persen atau disebut gabah kering giling. Menurutnya, proses selanjutnya adalah penggilingan dari gabah menjadi beras dan siap masuk ke gudang Bulog.

Diakuinya, kondisi cuaca saat ini memberikan pengaruh pada volume serapan beras di Jawa Tengah. Sebab, berdasarkan data, dalam sehari penyerapan gabah dan beras di Bulog hanya 600 ton. Namun demikian, penyerapan beras itu mengalami peningkatan dibanding pada awal tahhun yang hanya 300 ton per harinya.

“Kami harus pakai drying untuk mengeringkan gabah yang kadar airnya di atas 25 persen. Pengovenan sendiri membutuhkan waktu sampai delapan jam untuk mencapai kadar air 14 persen,” kata Ismoyo, kemarin.

Ismoyo menjelaskan, untuk total kontrak dengan mitra kerja Bulog pada Februari 2017 ini sebesar 9.137 ton. Rinciannya, Subdivre Semarang 1.842 ton, Pati 1.965 ton, Surakarta kontrak 1.990 ton dan Banyumas 260 ton. Sementara, Subdivre Kedu 260 ton dan Pekalongan 820 ton. Saat ini, total penyerapannya sudah mencapai tiga ribu ton. (Bud)

Artikel sebelumnyaTim KLHS Rekomendasikan Pabrik Semen Rembang Dipindah
Artikel selanjutnyaPelindo III Tanjung Emas Sediakan Rp150 Miliar Untuk Reklamasi 22 Hektare