Bagaimana Membenahi Lembaga Peradilan MA, Berkaca dari Ditangkapnya 2 Hakim PN Jakarta Selatan dalam OTT KPK?

Iswahyudi Widodo, Ketua majelis hakim PN Jakarta Selatan (kiri), dan Irwan, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (kanan). (photo: liputan6)

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam tiga tahun terakhir, 14 hakim di bawah lingkungan Mahkamah Agung (MA) terjerat kasus korupsi di KPK. Perlu evaluasi menyeluruh guna membersihkan pengadilan. Kembali tertangkapnya hakim dalam kasus dugaan korupsi menjadi sinyal penting untuk segera dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap badan peradilan di Tanah Air. Penangkapan terhadap hakim dan aparat peradilan dalam tiga tahun terakhir seharusnya dipandang sebagai suatu persoalan besar dan serius sehingga tidak cukup ditangani oleh MA semata.

Merujuk data, sejak tahun 2015, sebanyak 14 hakim yang berada di bawah MA terjerat kasus korupsi yang ditangani KPK. Terakhir, Selasa (27/11/2018) malam lalu, KPK menangkap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yakni Iswahyudi Widodo dan Irwan, serta panitera pengganti PN Jakarta Timur Muhammad Ramadhan yang diduga menjadi perantara suap.

Selain ketiganya, KPK menangkap advokat Arif Fitrawan. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap. Iswahyudi dan Irwan diduga menerima Rp150 juta dan 47 ribu dollar Singapura secara bertahap dari pihak advokat. Suap itu diduga untuk memengaruhi putusan perkara perdata terkait pembatalan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT Asia Pacific Mining Resources (APMR).Terkait penangkapan dua hakim ini, Juru Bicara MA Suhadi memastikan MA akan menindak tegas aparatnya yang telah berstatus tersangka.

Lantas, kasus ini tidak kali ini terjadi—apa yang terjadi dengan lembaga peradilan kita? Merujuk data, sejak tahun 2015, sebanyak 14 hakim yang berada di bawah MA terjerat kasus korupsi yang ditangani KPK. Apakah ini artinya reformasi di lembaga peradilan MA yang selama ini didengungkan masih belum optimal atau ekstremnya gagal? Aspek pengawasan kerapkali disampaikan MA dalam upaya membersihkan lembaga MA dari kasus korupsi. Bagaimana menurut Anda pengawasan selama ini—di mana celahnya? Ke depan, bagaimana mengevaluasi ini untuk perbaikan lembaga peradilan MA ke depan? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK) dan Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (ALPHA) Azmi Syahputra. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: