Bagaimana Mengoptimalkan Mitigasi Bencana dan Menanamkan Budaya Sadar Bencana bagi Masyarakat?

Semarang, Idola 92.6 FM – Indonesia kembali berduka. Setelah sebelumnya Lombok dilanda gempa, Palu dan Donggala diluluhlantakkan tsunami beriringan dengan fenomena likuefaksi baru-baru ini, gelombang tsunami menimpa saudara-saudara kita di Banten dan Lampung.

Tanpa peringatan, gelombang tsunami menerjang Selat Sunda Sabtu (22/12/2018) malam lalu. Tercatat hingga saat ini, sedikitnya 400 orang meninggal dunia dan ribuan orang mengungsi sementara waktu atas bencana tersebut. Tsunami yang melanda Banten dan Lampung ini mengingatkan pada fenomena orphan tsunami atau tsunami yatim karena tak diketahui asal-usulnya. Istilah orphan tsunami awalnya dikemukakan geolog dari lembaga survey Geologi Amerika Serikat-Brian F Atwater yang menyingkap asal usul tsunami yang menghancurkan Jepang pada 2 Desember 1611 dan menewaskan 5 ribu orang.

Dari banyaknya korban tsunami di Selat Sunda ini, sejumlah catatan mengemuka. Mulai dari belum optimalnya mitigasi bencana, tak lagi memadainya sistem peringatan dini tsunami hingga political will pemerintah terkait keseriusan mitigasi bencana. Kita kini seolah hanya mengandai-andai, seumpama sistem peringatan dini tsunami ada dan memadai, mungkin korban jiwa bisa diminimalisir akibat tsunami yang diakibatkan erupsi Anak Gunung Krakatau.

Merujuk Kompas (24/12/2018) Menurut catatan peneliti tsunami Aditya R Gusman, waktu jeda tsunami dengan tibanya gelombang tsunami di pantai Serang Banten cukup lama yaitu sekitar 25 menit sedangkan di Lampung 51 menit. Dengan jeda waktu ini, seharusnya bisa dideteksi lebih awal sehingga bisa meminimalisir korban jiwa. Di sisi lain, kita pun melihat realitas bahwa sebagian besar alat peringatan tsunami kita banyak yang tak berfungsi optimal dan hilang dicuri.

Lantas, melihat berbagai ancaman bencana yang mengelilingi kita, bagaimana memitigasi bencana dan menanamkan budaya sadar bencana bagi masyarakat? Hal apa yang mesti dilakukan pemerintah sebagai upaya serius dalam upaya mitigasi bencana? Sudahkah, penanaman budaya sadar bencana dilakukan secara masif kepada seluruh lapisan masyarakat?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Achmad Solikhin (Sub Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami wilayah Barat PVMBG) dan Rahmat Triyono (Kepala Pusat Gempa & Tsunami BMKG). (Heri CS)

Berikut diskusinya: