Bagaimana Mengoptimalkan Peran Publik dalam Mencegah Korupsi?

Semarang, Idola 92.6 FM – Korupsi menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary) karena mencuri kekayaan negara dan memiskinkan rakyat. Korupsi ibarat kanker bagi negara maka negara ini tak akan sehat jika koruptor merajalela. Untuk memberantas hingga akar-akarnya diperlukan upaya yang luar biasa pula.

Baru-baru ini, presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam PP tersebut, Negara memberikan insentif piagam dan/atau premi bagi orang yang membantu penegak hukum dalam memberantas dan mengungkap kasus korupsi. Besar premi atas pengungkapan atau pemberantasan korupsi 2 persen dari jumlah kerugian Negara yang dikembalikan atau maksimal Rp200 juta. Premi diberikan setelah salinan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap diterima jaksa. Singkat kata, dalam bahasa sederhana, negara akan memberi hadiah uang besar bagi warga yang turut membantu memberantas koruptor!

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko menilai, regulasi itu bisa membantu upaya penegakan hukum memberantas korupsi dan memperkuat kesadaran public atas bahaya korupsi. Insentif berupa premi dan piagam kepada siapa pun yang melaporkan kasus korupsi dan suap dinilai mampu memicu publik makin awas terhadap korupsi.

Lantas, bagaimana mengoptimalkan peran publik dalam mencegah korupsi? Cukup efektifkah, insentif piagam dan sejumlah uang yang diberikan bagi siapapun yang turut melaporkan kasus korupsi? Mampukah ini betul-betul mampu menjadikan korupsi sebagai musuh bersama yang harus diberantas bersama-sama pula?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko dan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. [Heri CS]

Berikut diskusinya: