Kebijakan Pemerintah Masih Belum Libatkan Organisasi Masyarakat Sipil

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam proses pengambilan kebijakan di tingkat daerah, pemerintah daerah dinilai belum melibatkan organisasi masyarakat sipil secara intensif. Akibatnya pembangunan yang dijalankan belum memprioritaskan suara dari masyarakat sipil.

Hal itu terungkap dalam diskusi media yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang dengan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Semarang di Cafe John Dijkstra, Kawasan Kota Lama, Kamis (8/2). Hadir sebagai narasumber dalam acara ini: Manajer Departemen Riset Tranparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko, Direktur Pattiro Semarang Widi Nugroho, dan Ketua AJI Kota Semarang, Edi Faisol.

Diskusi terbatas tersebut melibatkan organisasi masyarakat sipil seperti LBH Semarang, LRC-KJHAM, Kompaks, LP2K Jawa Tengah dan KPK2KKN Jateng. Pun, dihadiri sejumlah jurnalis di Kota Semarang.

Wawan Suyatmiko mengungkapkan, masyarakat sipil dapat berpartisipasi menciptakan iklim demokrasi yang kondusif dengan ikut mengontrol pemerintah, tapi peluang ikut mengontrol belum terbuka, sehingga menimbulkan adanya persepsi negatif.

Menurut Wawan, Indeksi Persepsi Korupsi Kota Semarang saat ini turun. “Seharusnya, ini jadi peringatan untuk memperkuat aspek pencegahan dengan mengandeng masyarakat sipil guna memberikan pelayanan publik yang baik kepada warga,” kata Wawan.

IPK Kota Semarang pada 2017 yang disurvei TII, turun enam peringkat dari peringkat tiga ke peringkat sembilan dari 11 kota. Penurunan tersebut sebesar 1,1 dari 60 pada tahun 2015 menjadi 58,9 pada tahun 2017.

“Program pencegahan antikorupsi ternyata belum berjalan maksimal, sehingga perlu diinisiasi aksi integritas yang melibatkan institusi bisnis yang melibatkan organisasi masyarakat sipil,” ujarnya.

Rekomendasi Program

Direktur Pattiro Semarang, Widi Nugroho mengatakan, lembaganya telah mengukur program anti korupsi tahun 2016-2017 di Kota Semarang dengan metode telaah dokumen, pengumpulan data dari media dan survei atau investigasi. Tiga sektor yang ditelaah yakni pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

“Secara umum program antikorupsi pada ketiga sektor itu belum berjalan secara optimal. Beberapa proyek dan program yang dikerjakan tak maksimal dan masih ada celah untuk korupsi,” ujar dia.

Pihaknya melihat potensi korupsi sektor pendidikan masih rendah. Namun, pada sektor kesehatan dan infrastruktur tergolong tinggi. Pihaknya merekomendasikan kepada organisasi masyarakat sipil untuk mendampingi sektor tersebut pada program yang belum tersentuh.

Di antaranya tentang dana bantuan operasional (BOS) dan penyelenggaraan Ujian Nasional pada bidang pendidikan. Kemudian advokasi sektor kesehatan dengan mendekati forum pengguna BPJS Kesehatan. Lalu untuk proyek infrastruktur perlu pendampingan pada masyarakat yang terdampak agar hak-hak dipenuhi, sehingga tidak menjadi korban pembangunan.

Sementara itu, Ketua AJI Kota Semarang, Edi Faisol mengatakan, media memiliki peran untuk pengawasan dan mendorong organisasi sipil dalam mengawal kepentingan publik. “Perlu sebuah forum bersama antara media dan organisasi masyarakat sipil untuk mengawasi kebijakan pemerintah,” tandasnya. (her)