Memaknai Geopolitik Hubungan Korut-Korsel, Mampukah Mewujudkan Perdamaian Abadi di Semenanjung Korea?

Semarang, Idola 92.6 FM – Pertemuan bersejarah pemimpin Korea Selatan dan Korea Utara mendapat apresiasi publik dunia. Di tengah sejumlah pesimisme, pertemuan itu menumbuhkan banyak harapan. Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Jumat (27/4/2018) lalu melakukan pembicaraan lebih kurang 8 jam 30 menit di Desa Panmunjom di Kawasan perbatasan kedua negara.

Petemuan mereka mendapatkan perhatian dari seluruh dunia mengingat kondisis hubungan kedua negara yang selama ini terus memanas. Merunut sejarah, bangsa Korea terbelah dua pasca-Perang Korea yang berakhir lewat kesepakatan gencatan senjata sementara pada 1953. Pada pengujung perang dengan korban tewas sekitar 1,2 juta orang itu Semenanjung Korea dibelah dua berdasarkan ideologi. Di sisi utara berdiri negara komunis, sementara di selatan dibangun negara yang menganut demokrasi liberal.

Lantas, dari sisi geo politik dua Negara, apa yang bisa kita baca dari peristiwa bersejarah ini? Akankah ini menjadi semacam pintu bagi terwujudnya perdamaian abadi di Semenanjung Korea? Atau ini hanya semacam jeda untuk menguragi ketegangan? Di sisi lain, ratusan warga di Seoul menggelar protes sebagai bentuk penolakan terhadap upaya rekonsiliasi antara Korea Selatan dan Korea Utara. Apa sesungguhnya yang terjadi? Kenapa sebagian warga Kores Selatan seolah enggan berdamai dengan Korut? Guna menjawab pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Pengamat Hubungan Internasional Prof Hikmahanto Juwana. [Heri CS]

Berikut wawancaranya: