Mengurai Polemik Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing

Semarang, Idola 92.6 FM – Berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial budaya merupakan cita-cita luhur proklamator Bung Karno yang dituangkan dalam Trisakti. Ajaran itu pun kini diadopsi Pemerintah Presiden Jokowi dalam formula program Nawacita yang berisi 9 agenda prioritas membangun Indonesia. Poinnya berbunyi, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Poin tersebut kini tengah menggelinding menjadi sorotan dan memicu polemik. Sebab, beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Perpres ini diharapkan bisa mempermudah tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia yang berujung pada peningkatan investasi dan perbaikan ekonomi nasional.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi M Hanif Dhakiri menyebut Perpres ini hanya untuk mempermudah birokrasi perizinan, bukan membebaskan tenaga asing bekerja di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah TKA pada akhir tahun lalu mencapai 126 ribu orang atau meningkat 69,85 persen dibandingkan akhir 2016 sebanyak 74.813 orang.

Namun, perpres itu, kini berencana digugat Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Mereka akan melakukan uji materil Perpres tersebut ke Mahkamah Agung RI. Alasannya, perpres ini bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi kedudukannya, proasing dan sama sekali tidak menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat.

Lantas, mengurai Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, bagaimana sesungguhnya duduk perkara latar belakang kebijakan tersebut? Apa plus-minus perpres ini? Benarkah perpres ini pro asing dan tidak berpihak pada rakyat di tengah masih tingginya pengangguran?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Deputy Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhamad Rusdi, Pengamat Ekonomi INDEF Bima Yudhistira, dan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Maruli Ampul Hasoloan. [Heri CS]

Berikut diskusinya: