Menyambut Jateng Baru, Apa PR Terbesar yang Segera Ditunaikan Gubernur di Tengah Berbagai Persoalan?

Semarang, Idola 92.6 FM – Hari ini (05/09/2018), Presiden Joko Widodo melantik sejumlah kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada Serentak 2018 lalu. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebutkan pelantikan dilakukan karena tidak adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi. Sejumlah gubernur terpilih yang dilantik diantaranya Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Papua, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Bali.

Menurutnya, pelantikan kepala daerah terpilih yang ditahan KPK akan dilantik tahun depan saat masa jabatan kepala daerah saat ini habis. Masih ada satu cagub yang ditahan tapi belum memiliki kekuatan hukum tetap, namun ia masih dilantik tahun depan. Pelantikan tahap kedua 17-27 September. Karena Undang-Undang menyatakan masa jabatan gubernur tidak boleh dikurangi satu hari pun. Tahap kedua seperti NTB, Kaltim, Sumsel itu masuk tahap kedua.

Sebagai informasi, ada satu gubernur terpilih yang ditahan KPK karena menjadi tersangka kasus korupsi, yaitu Calon Gubernur Maluku Utara-Ahmad Hidayat Mus. Dia dan adiknya, Zainal Mus, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan korupsi dengan modus pengadaan proyek fiktif, yaitu pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula 2009. Saat itu, Ahmad berstatus sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Sula 2005-2010, sedangkan Zainal berstatus sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula 2009-2014.

Lantas, apa PR terbesar yang mesti segera ditunaikan Ganjar Pranowo pada periode ke-2 menjadi gubernur Jawa Tengah? Optimistiskah Ganjar bisa menuntaskan berbagai persoalan yang ada? Kita ketahui, gaya kepemimpinan Ganjar selama 5 tahun kemarin begitu terbuka pada publik bahkan dia dijuluki sebagai Gubernur Twitter. Mestikah seorang pemimpin di kesempatan keduanya menjaga gaya yang sudah dilakoninya—atau mesti ganti gaya? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Teguh Yuwono (Ahli Kebijakan Publik Universitas Diponegoro Semarang). [Heri CS]

Berikut diskusinya: