Dapatkah Sidang MK Menghasilkan Keputusan yang Semakin Memperkuat Proses Demokratisasi di Indonesia?

Semarang, Idola 92.6 FM – Persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perselisihan hasil pemilihan umum telah menjadi pendidikan politik dan hukum kepada masyarakat luas. Siaran televisi memperluas paparan substansi persidangan MK kepada masyarakat.

Dinamika persidangan, mulai dari dalil dan tuntutan yang disampaikan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sanggahan KPU ataupun pihak terkait pasangan capres Joko Widodo-Ma’ruf Amin, hingga proses pembuktian melalui keterangan sejumlah saksi dan keterangan ahli telah menambah informasi publik. Masyarakat tentunya bisa mengira-ira bagaimana hasil sidang MK pada 28 Juni 2019.

Namun, sebaiknya kita tetap bersabar menunggu tahapan sidang. Masih ada tahapan penyampaian kesimpulan para pihak, musyawarah sembilan hakim konstitusi, sampai pembacaan putusan pada 28 Juni 2019.

Persidangan MK menjadi pendidikan politik berharga bagi publik. Retorika tim hukum dari tiap-tiap pihak untuk mendelegitimasi sesama saksi atau ahli—yang berasal dari kampus yang sama atau perdebatan antara advokat yang sama-sama alumnus LBH dan lulusan UGM tetapi mempunyai mazhab pemikiran hukum yang berbeda, dinikmati publik sebagai tontonan menarik dan berkualitas.

Lantas, sidang sengketa pilpres MK telah memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, akankah menghasilkan keputusan yang semakin memperkuat proses demokratisasi di Indonesia? Apa pula insight terpenting yang perlu kita highlight dari proses persidangan? Bagaimana rekonsiliasi politik terbaik pasca sidang MK?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Pakar Hukum Tata Negara UGM Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar; Ketua Ketua Pusat Studi Konsitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang Feri Amsari; dan Peneliti senior pada LIPI Siti Zuhro. (Heri CS)

Berikut diskusinya: