Memahami Bahaya Content-content Daring yang Memicu Radikalisme dan Bagaimana Menangkalnya?

Semarang, Idola 92.6 FM – Perkembangan teknologi informasi bisa menjadi pisau bermata dua dan dimanfaatkan dalam penyebaran konten radikal serta bermuatan kekerasan. Untuk mengatasi penyebaran terorisme melalui media dalam jaringan, kerja sama semua pihak baik antarpemerintah maupun bersama pihak swasta menjadi penting.

Penyebaran konten radikalisme dan terorisme dalam berbagai media dalam jaringan tak bisa hanya ditangani pemerintah. Merujuk Kompas (16/05/2019), Wapres Jusuf Kalla saat berpidato pada pertemuan Christchurch Memanggil Aksi di Istana Elysee Paris Perancis menyatakan, keseluruhan industri teknologi informasi, termasuk penyedia layanan internet dan perusahaan media social, semestinya ikut bertanggung jawab dalam menciptakan internet sebagai ruang yang aman dan sehat untuk semua.

Sementara itu, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Esa Permadi menyatakan, rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan terorisme patut menjadi keprihatinan kita bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam tindakan terorisme, mulai dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, serta gencarnya infiltrasi kelompok radikal. Selain itu, lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif juga menjadi faktor lain.

Apapun faktor yang melatari, menurut Permadi, adalah tugas kita bersama untuk membentengi mereka dari radikalisme dan terorisme. Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan terorisme, BNPTmenggunakan upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi).

Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa SMA di empat provinsi. Lantas, bagaimana memahami bahaya content-content daring yang memicu radikalisme dan bagaimana menangkalnya? Secara umum, apa tantangan terbesar kita dalam upaya menangkal virus radikalisme melalui media social dan daring? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawanacara Dosen Kajian Strategi Intelijen Universitas Indonesia Wawan Purwanto. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: