Mencari Alternatif Baru Memberantas Korupsi

Semarang, Idola 92.6 FM – KPK berdiri pada tahun 2002 di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Pendirian KPK ini dilatarbelakangi upaya untuk memerangi korupsi mengingat institusi kejaksaan dan kepolisian saat itu dinilai masih belum bisa diandalkan. Sehingga, diperlukan sebuah lembaga independen dan akuntabel. KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

Setelah KPK berdiri, kita pun melihat, dari pemerintah ke pemerintah berikutnya sesungguhnya memiliki semangat sama. Sama-sama berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi dengan terus mendukung KPK—di tengah upaya sebagian pihak lain untuk mempreteli taringnya. Namun, harus diakui pula, di sisi lain kita pun melihat, semakin masif upaya perang melawan korupsi, semakin masif pula korupsi yang terjadi. Mulai dari kalangan biasa, pejabat publik, kepala daerah, kalangan eksekutif hingga legislatif. Yang memprihatinkan, praktik korupsi pun terjadi pada lembaga penegak hukum semisal kejaksaan maupun kehakiman.

Kasus terkini, OTT KPK pada Kayat, seorang hakim Pengadilan Negeri Balikpapan Kaltim, Jumat 3 Mei 2019. Kayat diduga meminta suap senilai Rp500 juta untuk menawarkan bantuan pada terdakwa agar bisa bebas dari jerat kasus penipuan. Padahal selang beberapa hari sebelumnya Bupati Talaud Sri Wahyumi juga terkena OTT KPK atas kasus suap proyek infrastruktur.

Dalam kasus lain, kita pun menyaksikan beberapa menteri juga tengah berurusan dengan KPK karena diduga terlibat korupsi mulai dari Menpora Imam Nahrowi dalam kasus korupsi di KONI dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita atas kasus suap mantan anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso.

Lantas, melihat fakta ini semua–terkait upaya pemberantasan korupsi, akankah kita melanjutkan cara-cara lama yang selama ini terbukti tak bertaji? Jika ada cara baru, alternatif seperti apa yang mesti kita lakukan demi optimalisasi pemberantasan terhadap korupsi?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Dadang Trisasongko (Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII)), dan Dr Muchamad Ali Safa’at (pengajar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang). (Heri CS)

Berikut diskusinya