Menggugat Potret Buruk Kinerja Legislasi DPR di Tengah Demokrasi dalam Pusaran Oligarki

Oligarki Demokrasi

Semarang, Idola 92.6 FM – Di akhir masa jabatan, kinerja legislasi DPR periode 2015-2019 mendapat sorotan paling negative dari publik. Kuantitas dan kualitas legislasi DPR dianggap tak memuaskan. DPR yang menjalankan mandat dari rakyat dinilai belum mewakili kepentingan publik dalam bekerja. Kinerja legislasi DPR mendapat sorotan paling negative. Badan Legislasi (Baleg) DPR mengakui kebijakan di bidang legislasi tidak terlepas dari pertimbangan politik. Namun, Baleg DPR menganggap hal itu tidak perlu dibenturkan dengan kepentingan publik.

Dari sisi kuantitatif, DPR belum mencapai target penyelesaian program legislasi nasional (prolegnas) prioritas. Dari tahun 2015 hingga 2019, realisasi penyelesaian prolegnas prioritas selalu di bawah 50 persen per tahun. Secara kualitatif, beberapa pekan terakhir ruang publik diwarnai unjuk rasa dan penolakan terhadap sejumlah rancangan udnang-undang yang “dikebut” pada sisa masa jabatan DPR 2014-2019.

Publik, sebagian, menolak pengesahan revisi UU KPK serta Rancangan KUHP. Revisi UU KPK disahkan setelah dua kali rapat pembahasan tertutup di Panja DPR. Pembahasan RKUHP juga dibahas Panja DPR dan pemerintah secara tertutup. Namun, RKUHP belum disahkan atas permintaan Presiden Jokowi.

Lantas, menggugat potret buruk kinerja legislasi DPR di tengah demokrasi dalam pusaran oligarki, apa implikasinya bagi warga bangsa? Ke depan, hal apa yang mesti dibenahi dari kondisi ini? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Jakarta Bivitri Susanti. (Heri CS)

Berikut wawancaranya: