Menyoal Persoalan Perekonomian Bangsa agar Tak Hanya Sebatas Data-data?

Unsynchronized!

Semarang, Idola 92.6 FM – Mengatasi persoalan perekonomian bagi setiap presiden tidak semudah membalik telapak tangan. Namun di sisi lain, yang selalu mengemuka adalah problem tidak sinkronnya data yang disampaikan pemerintah dan kenyataan riil di lapangan. Ibarat jauh panggang daripada api, dan ujung-ujungnya data itu kerap dipoles untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Apalagi memasuki tahun politik seperti saat ini.

Terkait, ketidaksinkronan data, baru-baru ini, kritik cukup pedas dilontarkan ekonom UI Faisal Basri pada pemerintah. Bahkan, Faisal mengibaratkan ekonomi Presiden Joko Widodo seolah hidup di surga dalam CNN Indonesia (28/02/2019). Ia mengkritik, data-data perekonomian selama masa pemerintahan Presiden Jokowi yang disajikan Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga Gubernur BI dan Ketua OJK. Data-data yang disampaikan, menurut dia, tak menggambarkan secara keseluruhan kondisi ekonomi Indonesia yang sebenarnya.

Faisal dalam diskusi CNBC Indonesia Outlook 2019 di Jakarta, di pengujung Februari 2019l menilai, punggawa-punggawa keuangan di pemerintahan Jokowi memoles data-data perekonomian yang disampaikan sedemikian rupa. Padahal, banyak masalah yang seharusnya menjadi konsen pemerintah. Ia memahami saat ini memang tahun politik tetapi tetapi kosmetik jangan seperti pantomim. Ia melihat tidak ada yang bicara tentang impor yang terus naik untuk pertanian, kemudian surplus nonmigas yang turun terus.

Ia pun mengkritik data rasio pajak yang disebut Sri Mulyani mencapai dua digit. Padahal, angka rasio pajak tersebut memasukkan komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA). Ia juga mengkritik pernyataan Perry yang optimistis rupiah akan terus menguat dan berada di bawah Rp14 ribu. Menurut Faisal, dari pernyataan Perry, BI seolah-olah hanya berharap penguatan rupiah dari doa.

Faisal menekankan siapa pun presiden yang terpilih dalam pemilu mendatang tak akan berdampak terlalu buruk bagi perekonomian Indonesia di tahun ini. Ekonomi tahun ini, menurut dia, tetap akan tumbuh di kisaran 5 persen.

Lantas, terlepas dari utak-atik data perekonomian yang kerapkali digunakan untuk kepentingan-kepentingan pragmatis oleh pihak-pihak tertentu, bagaimana mendorong agar persoalan perekonomian bangsa tak hanya sebatas data-data namun mesti riil menyentuh persoalan di lapangan? Bagaimana mestinya ke depan–bahwa siapapun presiden yang terpilih, problem ekonomi ini bukan persoalan main-main di tengah tingkat kesenjangan (rasio gini) yang masih lebar?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Enny Sri Hartati (Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)) dan Eko B. Supriyanto (Direktur Biro Riset Infobank dan Pemimpin Redaksi Infobank). (Heri CS)

Berikut diskusinya:

Artikel sebelumnya16 Kades di Jateng Direkomendasikan Kena Sanksi Administrasi Karena Tak Netral
Artikel selanjutnyaRevisi Regulasi Seperti Apa Dalam Upaya Penegakan Hukum Pemberantasan Narkoba agar Lebih Optimal?