Menyoal Polemik KPAI dan PB Djarum, Benarkah Audisi yang Dilakukan Mengeksploitasi Anak? Bagaimana Mestinya Menyikapi Polemik ini?

Semarang, Idola 92.6 FM – Meraih prestasi memang bukan perkara sekali jadi. Diperlukan pembinaan serius. Apalagi bagi seorang atlet atau olahragawan. Proses penggemblengan melalui disiplin latihan adalah kunci. Namun, kini, publik turut gerah karena salah satu pihak swasta yang concern pada pembinaan atlet bulutangkis sejak dini, menyatakan menghentikan kegiatan audisi atlet bulutangkis yang sudah berlangsung sejak 2006.

Keputusan ini diambil karena program tersebut dianggap mengeksploitasi anak oleh KPAI dan Lentera Anak. KPAI menilai, PB Djarum telah mengeksploitasi anak lewat audisi bulu tangkis demi promosi merek dagang salah satu produsen rokok ternama di Indonesia. Sederhananya, KPAI meminta PB Djarum menurunkan brand image, brand color, logo-logo Djarum yang biasa melekat seperti di jersey dan materi promo lain. Reaksi beragam bermunculan di kalangan pencinta bulutangkis Indonesia. Petisi “Kembalikan Audisi PB Djarum” mulai menggema di media sosial. Salah satunya penolakan kritik KPAI lewat petisi yang digalang di Change.org. Tercatat ada 10.581 orang yang ikut menandatangani petisi ini. Diketahui, audisi PB Djarum melahirkan sejumlah atlet bulutangkis dunia seperti Kevin Sanjaya Sukamuljo, Muhammad Ahsan, dan Tontowi Ahmad yang sering kali membawa harum nama Indonesia di pentas bulutangkis internasional.

Petisi tersebut juga mengkritisi kinerja KPAI yang dianggap melakukan pembiaran terhadap tayangan sinetron yang tak pantas ditiru anak-anak. Jika KPAI menuding PB Djarum melakukan eksploitasi anak, bagaimana dengan sinetron-sinetron di televisi yang menayangkan adegan-adegan tidak pantas untuk ditiru oleh anak-anak di bawah umur.

Lantas, menyoal polemik KPAI dan PB Djarum, bagimana mestinya pemerintah menyikapi hal ini? Benarkah Audisi yang Dilakukan Mengeksploitasi Anak—padahal di sisi lain, regenerasi dan pencarian bakat memang lazimnya dilakukan sejak usia dini? Menyoroti persoalan ini, Radio Idola Semarang mewawancara Pengamat Olah Raga dan wartawan Senior Kompas Budiarto Shambazy. (Heri CS)

Berikut wawancaranya:

Artikel sebelumnyaPengembang Rumah di Semarang Geser Segmen Pasar ke Kelas Menengah Atas
Artikel selanjutnyaKenapa Indonesia Masih Belum Dilirik Investor Asing? Apa yang Kurang dengan Indonesia? Apa Problemnya?