Semarang, Idola 92.6 FM – Revisi Undang-undangย Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dilakukan Pemerintahย sebagai bagian dari Menyusun Peta Jalan Pendidikan Nasional.ย RUU Sisdiknas 2022 menggunakan metode โOmnibus Lawโ atau undang-undang sapu jagat yang akan menggabungkan tiga Undang-Undang, yakni: UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Guru dan Dosen.
Sejak awal digulirkanย hingga saat ini, RUU Sisdiknasย masih saja menuai pro dan kontra. Terkini, RUU tersebut akan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022. Namun, sejumlah pihak–mulai dari akademisi, asosiasi guru, hingga kalangan pengamat yang tergabung dalam Aliansi Peduli Pendidikan, mengusung petisi untuk meminta Presiden Joko Widodo menunda pembahasan RUU Sisdiknas masuk ke Prolegnas Prioritas 2022 dan pengesahan menjadi UU Sisdiknas tahun 2022.
Para pengusung petisi menilai, pengintegrasian dalam RUU Sisdiknas tidak tampak jelas sehingga ketika diimplementasikan dikhawatirkan akan mengalami persoalan di lapangan mengingat banyak hal yang diatur dalam UU Guru dan Dosen maupun UU Pendidikan Tinggi tidak termuat di dalam RUU Sisdiknas ini.
Selain itu, RUU Sisdiknas ini juga dinilai cacat unsur legislasi formil karena Penyusunan RUU Sisdiknas diibaratkan seperti โhantuโ karena tidak transparan, terburu-buru, dan dikerjakan di ruang gelap. Selain itu, juga tidak melibatkan para ahli dari berbagai bidang. Mereka berharap, RUU Sisdiknas dapat membuka ruang partisipasi publik dalam perbaikan sistem pendidikan nasional.
Maka, memahami RUU Sisdiknas yang masih saja menuai polemik, apa sebenarnya poin-poin krusial di baliknya sehingga memicu petisi penolakan untuk tidak segera menjadi undang-undang? Apa saja hal-hal yang mesti dikhawatirkan dan dicermati, berkaca dari kasus Undang-Undang Cipta Kerja? ย
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Rakhmat Hidayat, Ph.D (Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)); Prof Cecep Darmawan (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, sekaligus pengamat kebijakan pendidikan); dan Fahmi Alaydroes (Anggota Komisi X DPR RI). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: