Perang Dagang AS dan China Masih Memanas, Bagaimana Mengatasi dan Menangkap Peluang dari Situasi ini bagi Ekonomi RI?

Semarang, Idola 92.6 FM – Para menteri keuangan G-20 gagal memanfaatkan momentum pertemuan di Fukuoka Jepang guna mencegah tergelincirnya ekonomi dunia ke dalam krisis akibat eskalasi perang dagang Amerika Serikat dan China. Di tengah tekanan AS dan atmosfer ketegangan yang mewarnai pertemuan dua hari di Fukuoka Jepang akhir pekan lalu, para menteri keuangan itu sepakat menghilangkan kalimat penegasan tentang mendesaknya segera diakhirinya perang dagang. Ini artinya, badai belum akan berlalu—perang dagang AS dan China masih memanas dan terus berlangsung.

IMF menilai perang dagang AS dan China sebagai ancaman terbesar bagi ekonomi global—dari komunike yang mereka keluarkan pada akhir pertemuan. Melunaknya pernyataan sikap G-20 terkait perang dagang yang berlarut-larut memberikan sinyal ketidakberdayaan mereka menghadapi manuver dua negara adidaya.

Memanasnya perang dagang ini tentunya akan memukul perekonomian dunia termasuk Indonesia—apalagi kita tengah mengalami deficit neraca berjalan. Di sisi lain, tak ada tanda-tanda kedua belah pihak yakni AS dan China melunak. Trump baru-baru ini memutuskan mengenakan tarif terhadap produk impor senilai 300 miliar dollar AS dari China setelah bertemu Presiden Xi Jinping akhir Juni mendatang.

Lantas, bagaimana menangkal dampak perang dagang AS dan China yang masih memanas? Adakah peluang yang bisa kita manfaatkan di tengah situasi ini? Lalu, sejauh mana perang dagang memengaruhi minat investor ke Indonesia?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara dan Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Ari Kuncoro. (Heri CS)

Berikut diskusinya: