Sebanyak 80 persen Sawit Bermasalah, Apa Pemicu dan Bagaimana Jalan Keluarnya?

Semarang, Idola 92.6 FM – Sawit menjadi primadona bagi Indonesia sebagai komoditas pendulang devisa dan andalan ekspor RI ke luar negeri. Selain itu, industri sawit juga turut berperan dalam mengurangi pengangguran dengan menyerap banyak tenaga kerja. Namun, kini industri kelapa sawit sedang lesu akibat tekanan Uni Eropa yang mempermasalahkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oils/CPO) sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi.

Seiring dengan situasi itu, terungkap fakta yang mencengangkan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan menyebut, sebanyak 80 persen perusahaan sawit di Indonesia saat ini bermasalah. Mengutip data Bank Dunia, Luhut menyatakan perusahaan sawit umumnya berperkara karena persoalan luas lahan, lingkungan, dan plasma.

Luhut Pandjaitan.

Luhut mengusulkan adanya sanksi bagi perusahaan-perusahaan sawit yang berperkara. Semestinya perusahaan membayar penalti kepada pemerintah. Sanksi tersebut dapat berupa denda atau amnesti alias pengampunan.

Fakta lain, meski primadona bagi Indonesia dalam mendulang devisa, KPK mengungkapkan, pajak terkait perkebunan kelapa sawit malah turun. Padahal, luas lahan kelapa sawit kian bertambah. KPK mensinyalir, banyak perusahaan terkait kelapa sawit yang ‘nakal’ tidak membayar pajak.

Nah, melihat fakta ini, kita kemudian bertanya-tanya, sebanyak 80% sawit bermasalah–apa persisnya masalah tersebut dan bagaimana jalan keluarnya? Kalau lahan sawit makin luas tetapi pajak yang masuk semakin kecil, apa penyebabnya? Langkah apa yang mesti ditempuh?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof. Hariadi Kartodihardjo (Pakar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB)) dan Eddy Martono (Ketua Bidang Tata Ruang dan Agraria Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (GAPKI)). (Heri CS)

Berikut diskusinya: