Bagaimana Mendorong KPK Agar Tetap Lugas dan Tangkas di Tengah Keberadaan Dewan Pengawas?

Gedung KPK

Semarang, Idola 92.6 FM – Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, serta dibentuknya Dewan Pengawas dan mekanisme baru KPK, mungkin dimaksudkan agar penanganan kasus-kasus korupsi bisa lebih akurat. Akan tetapi sebagai gantinya, kecepatan dalam menindak kini menjadi lambat/ karena harus menaati mekanisme izin yang bersifat prosedural.

Upaya penegakkan hukum pun menjadi kian rumit, keharusan untuk meniti rantai panjang birokrasi, membuat tindakan yang semula bisa dilakukan seketika, kini harus berkelok panjang dan tidak efektif.

Izin harus diproses dulu pada tataran pimpinan KPK. Kemudian, izin diajukan pimpinan ke Dewan Pengawas KPK. Selanjutnya, Dewan Pengawas melakukan gelar perkara untuk menyetujui atau menolak izin yang diajukan.

Masyarakat sipil menilai birokrasi penggeledahan di KPK yang makin panjang sebagai salah satu faktor penghambat, yang menyebabkan proses penggeledahan terkait kasus dugaan suap terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan, lebih lambat dari kelaziman. Padahal, faktor waktu penggeledahan sangat menentukan, guna menghindari adanya upaya penghilangan barang bukti.

Anggota Dewas KPK
Anggota Dewan Pengawas KPK.

Pada pengalaman penangkapan terdahulu oleh KPK, penggeledahan lazimnya dilakukan tidak lama setelah penangkapan atau penetapan tersangka. Namun, dalam dugaan suap terhadap Wahyu, ada jeda cukup lama. Wahyu ditangkap pada Rabu 8 Januari 2020 sedangkan penetapan tersangka dilakukan pada Kamis 9 Januari 2020. Namun, Dewan pengawas KPK baru menerima surat pengajuan izin penggeledahan pada Jumat sore 10 Januari 2020 dan izin diberikan pada Jumat malam.

Jadi, sekali lagi, dengan dibentuknya Dewan Pengawas dan mekanisme baru KPK, kemungkinan penanganan kasus korupsi memang bisa lebih akurat. Tetapi di sisi lain, kecepatan penindakan dan penggeledahannya menjadi terhambat.

Lantas, bagaimana mendorong KPK agar tetap Lugas dan tangkas di tengah format KPK sekarang dengan adanya Dewan Pengawas? Dalam situasi semacam ini—upaya apa yang mesti terus dilakukan oleh kawan-kawan pegiat anti korupsi dan civil society?

Guna menjawab persoalan ini, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Oce Madril (Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Yogyakarta) dan Azmi Syahputra (Pengamat hukum Universitas Bung Karno (UBK) dan Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)). (Heri CS/ AO)

Berikut diskusinya: