Belajar dari Kasus Maybank, Bagaimana agar Hal Itu Tidak Kontraproduktif dengan Upaya Meningkatkan Inklusi Keuangan dan Literasi Keuangan?

Maybank

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo dalam forum Indonesia Fintech Summit 2020 membeberkan tentang kondisi inklusi keuangan Indonesia yang masih tertinggal jauh dibandingkan beberapa negara ASEAN. Data di tahun 2019 indeks inklusi keuangan kita 76%, lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain di ASEAN. Misalnya Singapura 98%, Malaysia 85%, dan Thailand 82%. Terlebih kalau mengukur tingkat literasi keuangan kita yang baru sekitar 35,5%.

Secara sederhana, inklusi keuangan adalah jumlah orang yang punya akses pada layanan jasa keuangan Perbankan. Sehingga, semakin banyak warga yang memiliki rekening di sebuah bank—maka semakin tinggi tingkat inklusi keuangan sebuah negara. Sementara, literasi keuangan adalah pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pengelolaan sumber daya keuangan secara efektif dan efisien, dalam meningkatkan kesejahteraan finansial.

Namun, di tengah masih rendahnya inklusi keuangan dan literasi keuangan—publik justru heboh karena raibnya saldo tabungan atlet e-sport, Winda Lunardi–nasabah Bank Maybank senilai lebih dari Rp22 miliar. Hingga kini, kasusnya sedang dalam penyidikan Mabes Polri.

Sejumlah pihak menilai, kasus ini bakal merusak kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Apalagi, kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi, dengan karakter kasus yang berbeda-beda. Padahal kita tahu, bahwa bank adalah institusi bisnis yang berbasis kepercayaan! Maka, bisa ditebak, apa yang akan terjadi jika kepercayaan itu retak.

Maka, dengan kasus raibnya uang nasabah Maybank, bagaimana agar kasus itu tidak kontraproduktif terhadap upaya peningkatan inklusi keuangan dan literasi keuangan? Prinsip prudent atau kehati-hatian seperti apa yang diduga telah dilanggar, sehingga mesti menjadi pembelajaran bagi seluruh stake holder dunia perbankan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Piter Abdullah Redjalam (Ekonom Perbanas Institute); Anto Prabowo (Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK); dan Tulus Abadi (Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)). (andi odang/her)

Dengarkan podcast diskusinya: