Lagi, Komisioner KPU Diberhentikan Karena Langgar Etik, Apa yang Mesti Diperbaiki?

Evi Novida Ginting
Evi Novida Ginting.

Semarang, Idola 92.6 FM – Lagi, seorang komisioner KPU tersandung kasus etik. Setelah sebelumnya, Wahyu Setiawan―tersangkut kasus suap, kini Evi Novida Ginting diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena terbukti melakukan pelanggaran etik.

DKPP memutuskan pemberhentian Evi Novida dari jabatan Komisioner KPU karena dinilai melakukan intervensi dalam penetapan suara Pemilu 2019 di Kalimantan Barat. DKPP memutus Evi bersalah dalam kasus yang digelar berdasarkan aduan Hendri Makaluasc, caleg DPRD Provinsi Kalimantan Barat dari Partai Gerindra.

KPU RI disebut bertanggung jawab atas perubahan perolehan suara Dapil Kalimantan Barat 6 untuk Partai Gerindra atas nama Hendri Makaluasc dan penggelembungan suara untuk Cok Hendri Ramapon. Selain Evi, DKPP juga memberi sanksi kepada lima Komisioner KPU RI lainnya sekaligus memberi peringatan keras terakhir, kepada Arief Budiman (ketua), Pramono Ubaid Tanthowi, Hasyim Asyari, Ilham Saputra, dan Viryan Azis (anggota). DKPP juga memberi sanksi peringatan kepada Anggota KPU Provinsi Kalbar Ramdan, Erwin Irawan, Mujito, dan Zainab.

Dengan pemberhentian itu, berarti kini hanya tersisa 5 anggota KPU. Padahal, KPU tengah menjalankan tahapan Pilkada Serentak 2020.

Lantas, kalau dua dari tujuh komisioner KPU terbukti melanggar etik apakah sumber masalahnya murni karena kekeliruan individu atau lemahnya sistem? Lalu ke depan, apa yang mesti dilakukan agar penyelenggaraan pemilu bisa berjalan secara akuntabel? Hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI- Prof. Firman Noor. (Heri CS)

Berikut diskusinya: