Mencari Jalan Keluar Terbaik Demi Keberlanjutan Program JKN-KIS Pasca Dibatalkannya Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan oleh MA?

BPJS Kesehatan

Semarang, Idola 92.6 FM – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan aturan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) disamput gembira oleh publik. Namun, di sisi lain, putusan ini dapat semakin memperbesar defisit pembiayaan program JKN-KIS. Bahkan, yang dikhawatirkan, bisa mengancam keberlanjutan (sustainability) program itu. Sebab, tercatat, defisit BPJS Kesehatan pada 2020 mencapai Rp39,5 triliun.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, hakim MA seharusnya membatalkan Pasal 34 Perpres No 75/ 2019 dan membuat norma baru, yakni menaikkan iuran, tetapi nilainya tak sebesar aturan itu. Menurut Timboel, Putusan MA itu bisa memperbesar defisit BPJS Kesehatan. Mengatasi defisit harus dari dua sisi, yakni Peningkatan iuran dan pengendalian biaya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih berpikir keras bagaimana membuat BPJS Kesehatan tak lagi defisit di tengah dibatalkannya kenaikan iuran. Hal ini harus diketahui masyarakat di mana banyak yang happy ketika iuran batal naik. Ia pun meminta BPJS Kesehatan transparan, mulai dari biaya operasi, gaji direksi dan manajemen, hingga defisitnya. Itu semua dirangkum supaya masyarakat tahu ini masalah bersama, bukan satu institusi. Ini dilakukan pemerintah untuk membangun ekosistem JKN yang sehat dan berkeadilan, serta berkelanjutan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Sri Mulyani menjelaskan, keputusan yang diambil terhadap BPJS Kesehatan termasuk dengan menaikkan tarif itu sudah dihitung dan dipertimbangkan dengan matang. Termasuk ke seluruh rakyat Indonesia. Jika dibatalkan, maka akan mempengaruhi sustainabilitas BPJS itu sendiri.

Adapun soal aspek keadilan, menurut Sri Mulyani, ada masyarakat miskin yang totalnya 96,8 juta dibayarkan oleh pemerintah karena tidak mampu. Menurutnya, seharusnya bagi yang mampu ikut gotong royong dengan dibagi menjadi 3 kelas tersebut. Selain itu, dari swasta juga ikut gotong royong. Semua dihitung dalam rangka agar JKN bisa berjalan karena ada dana yang berasal dari APBN, Pusat, Daerah, Swasta dan Masyarakat mampu. Sri Mulyani meminta masyarakat juga melihat BPJS Kesehatan ini sebagai sebuah sistem keseluruhan. Perlu ada kegotongroyongan.

Baca Juga:

Lantas, di tengah situasi dilematis ini, bagaimana mencari jalan keluar terbaik demi keberlanjutan program JKN-KIS pasca dibatalkannya kenaikan iuran BPJS Kesehatan? Terobosan apa yang bisa diambil pemerintah dalam upaya menambal defisit? Bagaimana pula mengawal kinerja layanan kesehatan di rumah sakit agar tak terjadi mal-administrasi atau moral hazard terkait pemanfaatan BPJS Kesehatan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Wijayanto Samirin (Ekonom Universitas Paramadina Jakarta/ pernah menjabat sebagai staf ahli ekonomi Wapres Jusuf Kala periode 2014-2019) dan Dadan S. Suharwijaya (Anggota Ombudsman RI). (Heri CS)

Simak podcast diskusinya: