Menyoroti Polemik RUU Cipta Lapangan Kerja, Bagaimana agar Ini Mampu Merangkul dan Menguntungkan Semua Pihak?

Demo Menolak RUU Cilaka

Semarang, Idola 92.6 FM – Sebagai upaya menstimulus pertumbuhan ekonomi ke angka yang lebih tinggi dan meningkatkan investasi, pemerintah saat ini tengah menggodok “Omnibus Law” RUU Cipta Lapangan Kerja. Keberadaannya diharapkan mampu menguntungkan semua pihak khususnya pekerja dan pengusaha. Namun, di tengah proses berjalan, RUU ini menuai pro dan kontra.

Kalangan buruh menolak RUU tersebut. Kalangan buruh khawatir UU tersebut akan memunculkan bentuk hubungan kerja baru dan sistem pengupahan baru yang merugikan buruh serta ketentuan lain yang mereduksi hak-hak buruh. Beberapa hal itu antara lain, RUU bisa menghilangkan upah minimum bagi pekerja lantaran akan diganti dengan system upah per jam.

Selain itu, RUU ini juga bisa berdampak pada pengurangan pesangon sebab dalam dalam Omnibus Law ini, pemerintah berencana mengubah istilah pesangon menjadi tunjangan PHK dan besarannya hanya mencapai enam bulan upah.

Diketahui, RUU Cipta Lapangan Kerja akan mengatur tiga aspek utama ketenagakerjaan, yaitu upah minimum, pemutusan hubungan kerja, serta peningkatan perlindungan pekerja dan perlunasan lapangan kerja. Substansi ketenagakerjaan mengakomodasi kepentingan pekerja, calon pekerja, dan pemberi kerja.

Demo Menolak RUU Cilaka

Terlepas dari ini, kalau kita menengok ke belakang, problem mengenai ketenagakerjaan sudah menjadi problem dari masa ke masa. Sebelum muncul RUU Cipta Lapangan Kerja ini, kita sesungguhnya sudah dihadapkan pada problem UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Desakan agar UU ini direvisi sudah mencuat dalam 10 tahun terakhir. Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan karena buruh dan pengusaha tak pernah satu suara. Sebab, niatan revisi itu juga dinilai tidak berpihak kepada buruh dan menguntungkan pengusaha. Salah satu polemiknya–kalangan buruh menilai, adanya sistem alih daya atau Outsourching sangat merugikan kalangan pekerja. Hasilnya, revisi UU Ketenagakerjaan tidak lagi masuk dalam prioritas legislasi nasional DPR RI sampai sekarang. Dan, kini kita dihadapkan pada problem RUU Cipta Lapangan Kerja yang juga menuai kontroversi.

Lantas, mengawal polemik ini dan menyoroti penerapan RUU Cipta Lapangan Kerja—bagaimana memastikan agar ini sesuai janji Pemerintah, mampu merangkul dan menguntungkan semua pihak—khususnya pekerja dan pengusaha? Benarkah, dalam situasi ini/ buruh dalam posisi seperti lingkungan—demi investasi buruh kemudian dikorbankan? Langkah apa yang mesti ditempuh pemerintah dalam menjembatani kepentingan pekerja dan pengusaha—agar tidak ada yang dirugikan?

Guna mendiskusikan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni Ramidi (Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)), Rachmat Hidayat (Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) dan Dedi Mulyadi (Wakil Ketua Apindo Jateng). (Heri CS)

Berikut diskusinya: