Sudahkah Presiden Membangun Ekosistem Antikorupsi?

Anti Corruption

Semarang, Idola 92.6 FM – Di Beranda Istana Negara, tiga bulan lalu, perintah penting telah diucapkan oleh Presiden Joko Widodo. Perintah itu berbunyi, “Jangan korupsi! Ciptakan sistem yang menutup terjadinya celah korupsi.” Itu adalah perintah pertama dari tujuh perintah Presiden Jokowi kepada para calon menteri saat mengumumkan Kabinet Indonesia Maju pada 23 Oktober 2019 lalu.

Merujuk pada Tajuk Rencana Kompas (10/02/2020), perintah itu tentu sangat penting karena diucapkan pertama kali. Setelah itu, barulah Presiden menyampaikan enam perintah lainnya. Mulai dari tidak ada visi misi menteri, yang ada hanya visi misi presiden dan wakil presiden; kerja cepat, kerja keras, dan kerja yang produktif: jangan terjebak dalam rutinitas yang monoton; kerja yang berorientasi hasil nyata; selalu mengecek masalah di lapangan dan menemukan solusinya; terakhir, semua harus serius bekerja.

Kini, setelah pemerintahan Jokowi-Amin berjalan hampir empat bulan, kita pun patut mencermati realisasinya. Sudah sejauh manakah hal itu diprogramkan, dijalankan, atau malah terlupakan?

Perintah presiden itu tentu merupakan bentuk dari upaya membangun ekosistem antikorupsi. Namun, perintah saja tidak cukup, perlu diwujudnyatakan secara masif untuk mengatasi wabah korupsi yang masih merajalela. Sebab, korupsi jelas-jelas menghambat ekonomi karena memicu ekonomi berbiaya tinggi dan melemahkan daya saing bangsa. Korupsi juga menggerus moral bangsa—bahkan bisa menyeret sebuah negara menjadi negara gagal.

Robert Klitgaard

Penciptaan ekosistem antikorupsi melalui penegakan hukum dan pencegahan sistemik penting dilakukan untuk mendukung terpenuhinya lima program prioritas pemerintah yakni: pembangunan SDM, infrastruktur, debirokratisasi, deregulasi, dan transformasi ekonomi. Ada pun yang dimaksud ekosistem antikorupsi meliputi system kerja, budaya, regulasi, dan tata kelola yang tidak membeir ruang pada perilaku korup.

Robert Klitgaard dalam bukunya, Corrupt Cities A Practical, Guide to Cure and Prevention mengingatkan, kunci pemberantasan korupsi adalah mengubah kebijakan dan system, tidak hanya memburu satu dua penjahat, membuat undang-undang dan peraturan baru atau mengeluarkan imbauan agar semua orang meningkatkan moral.

Lantas, meniti jejak 4 bulan pemerintahan Presiden Jokowi–sudahkah, presiden membangun ekosistem antikorupsi seperti yang ditandaskan dan diperintahkannya pada jajaran kabinet Indonesia Maju saat memulai pemerintahan di periode keduanya? Sudah sejauh mana pula hal itu diprogramkan, dijalankan, atau malah justru terlupakan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar dan Pegiat Antikorupsi dari PUKAT (Pusat Kajian Antikorupsi) UGM Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar. (Heri CS)

Berikut diskusinya: