Antara Integritas, Sistem, dan Tabiat Kekuasaan, Apa Yang Membuat Kasus Korupsi Sulit Berhenti?

Nurdin Abdullah saat ditangkap KPK
Nurdin Abdullah berompi oranye KPK dengan diborgol. (Photo: detikcom)

Semarang, Idola 92.6 FM – Penangkapan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pada Sabtu (27/02/21) lalu begitu mengejutkan banyak pihak. Sosok gubernur yang dikenal antikorupsi itu ditangkap KPK.

Di lini massa, dalam beberapa hari terakhir kita melihat beragam respons. Antara percaya dan tidak percaya. Sejumlah aktivis antikorupsi pun mengutarakan keprihatinannya, sedih, kaget campur kecewa menjadi satu.

Nurdin ditangkap dalam operasi tangkap tangan di rumah dinasnya di Makassar, karena diduga menerima suap dari kontraktor pembangunan infrastruktur di provinsi itu. Pimpinan KPK menetapkan Nurdin sebagai tersangka dan menahannya. Uang senilai Rp2 miliar menjadi barang bukti yang disita KPK.

Kekagetan sejumlah aktivis antikorupsi dan respons sejumlah publik bisa dipahami. Nurdin sebelumnya dinilai lulus dari godaan korupsi saat memimpin Kabupaten Bantaeng Sulsel selama 2 periode, dari 2008 hingga 2018. Kabupaten Bantaeng disebut maju pesat. Nurdin pun dilabeli sebagai tokoh perubahan. Tak cukup di situ, karena integritasnya dalam upaya antikorupsi. Nurdin menerima penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award 2017, penghargaan antikorupsi bergengsi di Tanah Air. Kita ketahui, tidak banyak tokoh di negeri ini yang menerima penghargaan ini.

Dan, pada akhirnya, operasi tangkap tangan KPK Sabtu dini hari lalu, merontokkan reputasi Nurdin yang telah dibangunnya bertahun-tahun.

Maka, kita pun bertanya-tanya, sejak secara resmi KPK didirikan dan pemberantasan korupsi dijalankan, kenapa jumlah koruptor seakan tak kunjung reda? Kenapa orang-orang yang semula dianggap baik, seperti tinggal menunggu giliran untuk di-OTT KPK? Apakah ini semua karena sistemnya? Integritas individunya? Atau karena kekuasaan yang memang begitu memabukkan? Sudahkah dievaluasi secara menyeluruh? Lalu, apa perbaikan yang perlu dilakukan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Bivitri Susanti (Ahli Hukum Tata Negara/ salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), dan Zaenur Rohman (Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Yogyakarta). (her/ andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya: