Membaca Titik Nadir Bisnis Ritel

Giant Hypermarket

Semarang, Idola 92.6 FM – Pandemi Covid-19 yang masuk ke Indonesia sejak Maret 2020 berdampak pada semua sendi kehidupan. Salah satunya, pada sektor bisnis ritel. Pukulan terhadap pelaku bisnis ritel sudah terasa sejak April 2020 lalu.

Ada yang tetap bertahan di tengah beratnya beban yang mesti tetap dipikul. Dan, bagi yang tumbang, mereka memilih menutup gerai ritelnya. Terbaru kita mendengar, PT Hero Supermarket atau Hero Group, menjadi perusahaan ritel terbaru yang akan menutup seluruh gerai hypermarket Giant per Juli 2021 mendatang.

Menurut rencana, lima gerai Giant akan diubah menjadi gerai baru perlengkapan rumah tangga IKEA, sementara gerai hypermarket Giant lainnya akan ditutup.

Melihat fenomena ini bisa diibaratkan, bisnis ritel besar kini seolah telah memasuki titik nadir setelah satu tahun lebih terdampak Pandemi Covid-19. Sebelumnya kita ketahui peritel besar seperti PT Matahari Department Store sudah menutup 25 gerai pada 2020 dan berencana kembali menutup 13 gerai tahun ini. Selain itu, ada pula gerai ritel fashion Cetro Departmen Store dan PT Ramayana Lestari Sentosa.

Gerai Ritel Terus Bertumbangan, Apa yang Terjadi?

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencatat, selama pandemi, ada lebih dari 400 minimarket gulung tikar. Untuk supermarket, selama Maret-Desember 2020, rata-rata 5 hingga 6 gerai terpaksa tutup setiap hari. Per Januari-Maret 2021, rata-rata ada 1 hingga 2 toko yang tutup dalam sehari.

Lantas, berkaca dari akan ditutupnya seluruh gerai hypermarket Giant per Juli 2021, problem berat apa sesungguhnya yang saat ini sedang dihadapi bisnis ritel besar? Apakah dipengaruhi faktor masifnya jual beli melalui e-commerce atau justru bisnis modelnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy N. Mandey. (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: