Semarang, Idola 92.6 FM – Tahun kedua Pandemi ini menjadi titik kritis bagi pendidikan. Penutupan sekolah untuk mencegah penyebaran Covid-19 kian berdampak buruk pada pembelajaran siswa. Tak sedikit upaya memaksimalkan pembelajaran jarak jauh, tetapi tak ada yang bisa menggantikan interaksi langsung guru dan siswa.

Sejumlah studi menunjukkan, penutupan sekolah berdampak pada hilangnya pembelajaran (learning loss), kemiskinan belajar (learning poverty), anak putus sekolah, hingga ketimpangan pendidikan kian lebar. Ancaman kekerasan pada anak pun meningkat karena bagi sejumlah anak, sekolah merupakan tempat perlindungan.

Studi terbaru UNESCO menunjukkan, hilangnya pembelajaran, menyebabkan 100 juta anak gagal menguasai keterampilan dasar membaca. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia.

Learning Loss
Learning Loss. (ilustrasi/harvard)

Maka, untuk mencegah kerugian lebih besar, sejumlah negara membuka sekolah. Dan, di Indonesia akan dimulai pada bulan Juli 2021.

Rencana tersebut menimbulkan perdebatan tentang cara menyeimbangkan anatara risiko pembelajaran dan ancaman Kesehatan; apakah sekolah aman jika dibuka? Data Satgas Penanganan Covid-19 menunjukkan kasus Covid-19 di Indonesia turun. Namun, rasio kepositifan (positifity rate) Covid-19 masih 12 persen atau masih di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan positify rate miksimal 5 persen. Kondisi itu, ditambah cakupan vaksinasi yang tergolong rendah dan tes yang masih belum optimal.

Maka, menyongsong pembukaan sekolah—yang di satu sisi menjadi solusi untuk memperpendek kerugian pembelajaran namun di sisi lain masih ada ancaman risiko penularan Covid-19, lalu, bagaimana cara menyeimbangkan risiko pembelajaran dan kesehatan? Skenario seperti apa yang mesti disiapkan agar meminimalkan ancaman?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: dr. Riris Andono Ahmad (Ahli Epidemiologi/ Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta); Jumeri (Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kemdikbud RI); dan Sunardi (Kepala Sekolah SMAN 1 Babat Lamongan, Jawa Timur). (her/ andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya: