Gotong Vaksin
ilustrasi/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Setelah menuai polemik dan kritik dari publik, Pemerintah akhirnya luluh dan menunda rencana vaksinasi mandiri berbayar. Meski demikian, pemerintah sepertinya masih akan tetap mengeksekusi kebijakan tersebut.

Mengingat, saat ini, di tengah opini kritis dari para juru wabah hingga sebagian civil society tetap menyuarakan vaksin gratis untuk warga, Pemerintah ternyata masih menyiapkan vaksinasi mandiri atau vaksinasi gotong royong secara Individu.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyatakan, pihaknya saat ini tengah menyiapkan petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi gotong royong individu. Fasilitas pelayanan kesehatan yang akan melaksanakan vaksinasi berbayar secara individu itu diharapkan menunggu hingga petunjuk teknis dikeluarkan. Menurutnya, vaksinasi gotong royong individu ini merespons masukan dari masyarakat untuk mempercepat pengendalian laju penularan Covid-19.

Kita membaca ini, sebagai isyarat bahwa di tengah Pandemi, seolah ada pihak-pihak yang tidak rela jika vaksin digratiskan bagi masyarakat. Sebab, sejak awal perencanaan program vaksinasi nasional/ nuansa dagang terselip di sela-sela guliran vaksin gratis. Padahal, sejak awal pula, Pemerintah memastikan bahwa akses vaksin digratiskan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Di satu sisi, kita mengapresiasi vaksin mandiri ini karena merespons masukan dari masyarakat untuk mempercepat terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity). Namun, di sisi lain, vaksinasi mandiri berbayar ini melanggar hak kesehatan masyarakat—mengingat negara memiliki amanah melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

Lantas, menyorot polemik vaksin mandiri, cukupkah hanya ditunda? Bagaimana mestinya? Di sisi lain, kenapa seolah-olah, ada pihak yang tak rela jika vaksin digratiskan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Dr Windhu Purnomo (Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya); Tulus Abadi (Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)); dan Rizky Argama (Ahli Hukum Tata Negara dan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia). (her/ yes/ ao)

Dengarkan podcast diskusinya: