Semarang, Idola 92.6 FM – Opsi vaksinasi mandiri yang rencananya akan dibuka oleh pemerintah memiliki plus-minus. Plusnya, akan mengakselerasi vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Namun, minusnya, jika tak dimesti dipastikan regulasi dan mekanismenya agar tak memicu monopoli dan diskriminasi.

Demikian diungkapkan Ahli Epidemiologi Universitas Padjadjaran Bandung dr. Dwi Agustian, MPH, Ph.D saat diwawancara radio Idola Semarang dalam program Good to Great, Jumat (22/01) pagi.

dr. Dwi Agustian, MPH, Ph.D
dr. Dwi Agustian, MPH, Ph.D, Ahli Epidemiologi Universitas Padjadjaran Bandung. (Photo: spatial-epidemiology.blogspot.com)

Menurut dokter Yayan—panggilan dr. Dwi Agustian, rencana vaksinasi mandiri sesuatu yang baik sebab tidak semuanya bisa dicover pemerintah. Artinya, kantong pembiayaan, bisa bersumber dari kantong masyarakat terutama kalangan menengah ke atas.

Tapi di sisi lain, dokter Yayan mengingatkan, vaksinasi mandiri juga memiliki sisi minus. Salah satunya terkait dengan aksesibilitas terhadap vaksin. Jika tak diantisipasi hal itu akan memicu disparitas di tengah masyarakat.

“Dengan adanya jalur ini, pertanyaannya, kuota vaksin yang dipakai untuk jalur mandiri, ini kuota yang mana? Karena kan, di awal dikatakan gratis. Kalau misalnya, jalurnya terpisah dan tidak mengganggu kuota untuk yang gratis, itu no problem,” ujar dokter Yayan dalam acara yang dipandu penyiar Nadia Ardiwinata itu.

Vaksin adalah Public Goods Mestinya Non-Profit

Menurut dokter Yayan, di tengah Pandemi, vaksin merupakan public goods (kepemilikan publik) dan non profit. Sehingga, ketika membuka vaksinasi mandiri, maka meski hati-hati. Sebab, kemungkinan ada pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi Pandemi demi keuntungan tertentu.

“Harus hati-hati. Regulasi dari pemerintah harus kuat. Jangan sampai dikendalikan oleh kepentingan orang yang punya uang banyak yang jumlahnya sedikit,” tuturnya.

Fithra Faisal Hastiadi
Fithra Faisal Hastiadi, Ekonom Universitas Indonesia. (Photo: feb.ui.ac.id)

Sementara itu, ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi menilai, adanya opsi vaksinasi mandiri akan mempercepat target vaksinasi massal di Indonesia. “Untuk mempercepat. Kan kita ada solusi. Nah, salah satu solusi sebenarnya bagian dari best practise, adalah diopen ke market. Meskipun skemanya harus kita pikirkan lagi,” katanya.

Menurut Fithra, opsi vaksinasi mandiri merupakan salah satu upaya yang bisa membuat vaksinasi massal bisa lebih cepat. Apalagi, sudah ada marketnya juga. “Ketika Pak Budi Gunadi Sadikin (Menkes-Red) dihubungi pengusaha, artinya para pengusaha melihat, marketnya memang sudah ada,” tuturnya.

Untuk mengantisipasi monopoli, menurut Fithra Faisal, pemerintah mesti menyiapkan beberapa skema Vaksinasi Mandiri. Salah satunya, melalui kolaborasi antara pemerintah dan pengusaha. Impor untuk vaksinasi mandiri bisa diserahkan ke pengusaha atau institusi yang dibuka untuk program ini. “Namun penyalurannya tetap lewat pemerintah,” kata Fithra.

Vaksinasi Mandiri Tak Bebani Pengusaha

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengemukakan, pihaknya mengusulkan program vaksinasi mandiri karena ingin mendukung pemerintah dalam mengakselerasi vaksinasi Covid-19 di Indonesia agar krisis kesehatan segera pulih dan ekonomi normal kembali.

Rosan P. Roeslani
Rosan P. Roeslani, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. (Photo: digify.id)

“Waktu itu memang saya bertemu dengan bapak presiden langsung dan mengusulkan hal ini. Karena, waktu itu pembicaraan dengan pak presiden, bagaimana kita ingin vaksinasi bisa berjalan lebih cepat, sehingga akselerasi dari vaksin lebih cepat dan akan berdampak positif untuk mengurangi ketidakpastian baik di sektor kesehatan, dan berdampak positif terhadap perekonomian,” ujar Rosan.

Rosan menjelaskan, wacana vaksinasi mandiri, menurut Rosan, sudah ada sebelumnya. Kala itu, Pemerintah mencanangkan 15 bulan program vaksinasi massal Covid-19 di Indonesia. Tapi presiden ingin program vaksinasi massal bisa selesai dalam 1 tahun.

“Dulu kita sempat bicarakan di level Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang waktu itu saya adalah wakil ketuanya. Kemudian, saya luncurkan lagi ide ini ke bapak Presiden. Oke, ini ide baik. Kata Pak Presiden. Tolong dibicarakan langsung dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN, dan Ketua PEN Pak Airlangga Hartarto merangkap Menko Perekonomian,” tuturnya.

Menurut Rosan P Roeslani, para pengusaha sudah siap dengan opsi vaksinasi mandiri. program vaksinasi mandiri tak akan membebani kalangan pengusaha. Karena ini juga demi kepentingan bersama. Karena saat ini pun, mereka sudah mengalokasikan dana untuk menunjang protokol kesehatan secara reguler baik mingguan maupun bulanan. Mulai dari tes PCR atau tes rapid antigen kepada karyawan.

“Kami selama ini sudah mengeluarkan anggaran yang banyak. Jadi, sekalian saja kita vaksinasi. Jadi, sebenarnya tak memberatkan karena memang kami sudah lakukan ini. Malah justru akan menghemat kami juga,” tandasnya. (her)