Bagaimana Idealnya Cara Kita Menitikberatkan Pendidikan pada Penalaran?

Penalaran
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Darurat nalar kritis jauh-jauh hari sudah menjadi perbincangan serius pendidik di belahan dunia mana pun. Bahkan, sejak 1942, nalar kritis menjadi tujuan utama dalam pendidikan.

Howard Gardner, lewat Five Minds for the Future (2007), menyebut, darurat nalar kritis bagi anak bangsa di era digital. Akibat gempuran informasi digital, nalar kritis menjadi tersumbat rapat. Bagi anak didik, ketidakmampuan menalar kritis sangat berbahaya.

Jangankan terhadap persoalan yang kompleks, anak didik akan sukar mengolah informasi meski pada level sangat sederhana sekalipun. Kegagalan menalar kritis juga membuat anak didik mudah terdistorsi lantaran pijakan logikanya tidak kukuh.

Itu disebabkan pengetahuan yang dimiliki anak didik belum cukup untuk menilai dan menyaring informasi. Akibatnya muncul salah pengertian, salah perhitungan, dan salah mengambil keputusan.

Maka, kita menyambut baik kebijakan terbaru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang meluncurkan Merdeka Belajar Episode Ke-22: Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang akan fokus pada penalaran, bukan hafalan.

Arah baru transformasi seleksi masuk PTN dilakukan melalui lima prinsip perubahan. Yaitu, mendorong pembelajaran yang menyeluruh, lebih berfokus pada kemampuan penalaran, lebih inklusif dan lebih mengakomodasi keragaman peserta didik, lebih transparan, serta lebih terintegrasi.

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, bagi calon mahasiswa yang ingin mengambil seleksi jalur tes Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di tahun mendatang,  hanya ada tes skolastik yang mengukur pada 4 hal: Yakni, kemampuan bernalar peserta, kemampuan potensi kognitif atau logika, penalaran Matematika, literasi bahasa Indonesia, dan literasi dalam bahasa Inggris. Tes skolastik tersebut tidak berhubungan dengan penghafalan materi namun, hanya berhubungan dengan kemampuan penalaran dan problem solving.

Ini tentunya sebuah kabar baik, dan patut diapresiasi. Lalu, mengacu pada diluncurkannya Merdeka Belajar Episode Ke-22; Transformasi Seleksi Masuk PTN yang akan fokus pada penalaran bukan hafalan, maka, apakah para guru sudah terlebih disiapkan dan diselaraskan dengan arah baru atau penekanan baru ini? Lalu, sudah sejauh mana sosialisasi mengenai perubahan ini dilaksanakan agar para peserta didik sudah mesti mempersiapkan diri? 

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan: Wakil Dekan Bidang Akademik FIP Universitas Negeri Semarang dan juga sebagai Sekjen Himpunan Dosen PGSD Indonesia, Farid Ahmadi,Ph.D; Wasekjen PB PGRI – Dr Jejen Musfah, MA; dan Pendidik dan juga sebagai Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Dr Itje Chodidjah, MA. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: