Bagaimana Mengantisipasi Risiko Kenaikan Inflasi yang Sudah Terjadi di Beberapa Negara Maju?

Euro Burned
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kekhawatirannya atas guncangan besar yang terjadi pada perekonomian dunia. Bagi Menkeu, situasi saat ini, tidak bisa dianggap sepele karena perlu mendapatkan perhatian lebih.

Hal itu dikemukakan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juli 2022, Rabu (27/07) pekan lalu. Sri Mulyani menyebut, Indonesia tidak boleh terlena meskipun saat ini kondisinya masih jauh lebih baik ketimbang negara-negara lain.

Sri Mulyani seperti dilansir dari CNBC (27/07) menegaskan, guncangan yang dimaksud adalah risiko akibat kenaikan inflasi yang sudah terjadi di beberapa negara maju. Bahkan, Menkeu  memperkirakan inflasi di negara maju akan tetap bertahan di atas 6% pada tahun ini. Di negara berkembang, menurut Sri Mulyani, inflasinya diperkirakan mencapai 9,5%. Sehingga, ketika inflasi makin tinggi, maka pertumbuhan akan semakin melemah.

Menkeu lantas merujuk pada laporan terbaru yang dipublikasikan Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam laporan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini diproyeksikan turun menjadi 3,2% dan berlanjut pada 2023 menjadi 2,9%.

Lalu, ketika perekomian dunia mengalami guncangan yang luar biasa tinggi dan risiko kenaikan inflasi sudah terjadi di beberapa negara maju. Maka, bagi Indonesia, risiko apa saja yang mesti diantisipasi? Bagaimana dengan dunia usaha dan Rumah Tangga sebagai penopang ekonomi nasional selama ini?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Dr Rahma Gafmi (Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya), Mohammad Faisal (Direktur Eksekutif CORE Indonesia), dan Roy N. Mandey (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: