Memahami Duduk Perkara Kasus Wadas dan Bagaiman Mestinya Kehadiran Wakil Rakyat?

Spanduk Warga Wadas
Sebuah spanduk bertuliskan 'bangkit melawan atau tunduk pada penindasan', dipasang oleh mereka yang menentang penambangan andesit di Desa Wadas. (Photo/ekuatorial.com)

Purworejo, Idola 92.6 FM – Dalam 2 hari belakangan, jagat maya diramaikan dengan perbincangan netizen di soal Desa Wadas. Beredar juga video di media sosial, aparat dengan senjata lengkap mendatangi Desa Wadas Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Di lini masa pun ramai tagar #SaveWadas.

Aksi aparat dalam mengawal proses pengukuran lahan yang dibebaskan menuai kritik dari sejumlah elemen masyarakat sipil, seperti PBNU, Muhammadiyah, KontraS, hingga beberapa anggota dewan.

Salah satu dari tokoh yang turut bereaksi adalah budayawan dan ulama kharismatik, Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus. Ia turut mencolek Presiden Joko Widodo lewat akun Twitter terkait aksi kekerasan aparat terhadap warga Desa Wadas baru-baru ini.

Gus Mus tak menyampaikan apapun dalam tweet tersebut, kecuali emoji bernada sedih.

“Pak @jokowi :-(,” demikian dikutip dari cuitan Gus Mus, Rabu (9/2).

Spanduk Warga Wadas
Photo/Istimewa

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah, mempertanyakan keberadaan anggota DPR RI yang berasal dari dapil yang mencakup wilayah Purworejo—di mana Wadas ada di dalamnya. Purworejo masuk dapil Jateng VI bersama Magelang, Wonosobo, Temanggung, dan Kota Magelang.

Memahami kasus Wadas—bagaimana mestinya kehadiran wakil rakyat di tengah masyarakat ketika terjadi konflik seperti kasus Wadas ini? Benarkah, sindiran yang mengatakan, bahwa DPR bukan lagi Wakil Rakyat, tetapi wakil ketua umum partai?

Mengulas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan: Fahri Hamzah, Politikus/ Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: