Menyoroti Kasus Lukas Enembe, Mestikah Ketua KPK “Turun Gunung” Menemani Tim Penyidik?

Lukas Enembe
Lukas Enembe, Gubernur Papua yang juga tersangka kasus korupsi. (Photo/Istimewa)

Semarang, Idola 92.6 FM – Sikap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi-KPK Firli Bahuri menjadi polemik usai terbang ke Jayapura Papua untuk bertemu dengan Gubernur Papua yang juga tersangka kasus korupsi, Lukas Enembe.

Firli datang bersama tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memeriksa kesehatan Lukas dan kasus korupsi yang menjeratnya. Firli menyebut pemeriksaan itu berlangsung penuh kehangatan dan kekeluargaan. Bahkan, dalam sebuah foto yang tersebar di kalangan wartawan, Firli tampak menjabat erat tangan Lukas.

Namun, langkah Firli selaku pimpinan KPK, mendatangi langsung tersangka yang akan diperiksa itu, mendapat kritikan dari sejumlah aktivis dan pengamat pemberantasan korupsi. Ketua Indonesia Memanggil (IM57+) Institute M Praswad Nugraha menilai, sikap Firli berbahaya di mata publik. Menurutnya, publik dapat melihat ada perlakuan istimewa dari ketua KPK kepada Lukas, si tersangka kasus korupsi.

Seperti yang kita tahu, jika seorang tersangka selalu mangkir dalam panggilan penyidik, maka mereka akan dijemput paksa. Tapi…. kenapa Lukas Enembe mendapatkan perlakuan spesial oleh KPK? Bahkan, sampai seorang ketua harus “turun gunung”.

Hal yang menarik dari kasus korupsi Lukas adalah, ia dapat membuat ketua KPK Firli Bahuri datang menemuinya. Tentu saja hal ini menjadi sejarah KPK, karena sejak pertama kali dibentuk tahun 2003 dan berganti ketua beberapa kali, hingga sekarang, baru kali ini seorang ketua harus sampai turun “gunung” menemui tersangka yang selalu mangkir dan tidak dijemput paksa oleh tim KPK.

Maka, kita pun bertanya, perlukah seorang ketua menemani Tim Penyidik KPK seperti dalam kasus Lukas Enembe? Lalu, apa saja implikasi dari tindakan Ketua KPK ini?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber. Di antaranya: Dr Aan Eko Widiarto (Ahli Hukum Tata Negara/Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang) dan Boyamin Saiman (Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: