Menyoroti Kebijakan Mendagri yang Mengizinkan Penjabat Kepala Daerah Dapat Memberhentikan hingga Memutasi ASN

ASN
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, baru-baru ini mengeluarkan Surat Edaran yang isinya mengizinkan pelaksana tugas (plt), penjabat (pj), maupun penjabat sementara (pjs) kepala daerah untuk memberhentikan hingga memutasi aparatur sipil negara (ASN). Para plt, pj, dan pjs tersebut dapat mengambil keputusan itu tanpa perlu izin dari Kemendagri.

Aturan itu termaktub dalam Surat Edaran Nomor 821/5292/SJ yang diteken Mendagri Tito Karnavian pada 14 September 2022. Surat Edaran itu ditujukan kepada gubernur, bupati/wali kota di seluruh Indonesia.

Izin bagi plt, pj, dan pjs itu tertuang dalam poin nomor 4 surat edaran. Di situ dijelaskan, Mendagri memberikan persetujuan tertulis kepada plt, pj, dan pjs gubernur atau bupati atau wali kota untuk memberhentikan, memberikan sanksi, hingga memutasi pegawai.

Hal itu pun menuai polemik. Sejumlah pihak menyatakan tidak menyetujui hal itu. Mereka antara lain: Ombudsman RI dan DPR RI. Ombudsman menilai, aturan itu bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Sementara, Komisi II DPR menilai, Penjabat Kepala Daerah harus tetap izin dan konsultasi dengan Kemendagri sebelum memutuskan itu.

Surat Edaran dari Mendagri yang mengizinkan PLT Kepala Daerah untuk memberhentikan hingga memutasi ASN, bisa dipahami sebagai langkah antisipasi, untuk mencegah penurunan kinerja ASN selama masa transisi. Tetapi, apakah secara substansi hal itu seolah seperti mengukuhkan, bahwa para plt, pj, dan pjs gubernur atau bupati atau wali kota, jadi setara dengan kepala daerah definitif yang dipilih rakyat?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Prof Djohermansyah Djohan dan Politisi Partai Demokrat/Anggota DPR RI, Anwar Hafid. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: