Begini Hak dan Kewajiban Wajib Pajak UMKM

Pelaku UMKM
Pelaku UMKM wajib mengetahui hak dan kewajiban perpajakannya.

Semarang, Idola 92,6 FM-Setiap wajib pajak harus paham dan mengerti akan hak dan kewajiban perpajakannya.

Termasuk para pelaku UMKM, yang merupakan kelompok wajib pajak dan terkena hak serta kewajiban perpajakan.

Pelaku UMKM oleh negara diberikan fasilitas, berupa kemudahan dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti mengatakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagaimana telah diperbarui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh, maka wajib pajak tersebut diberikan fasilitas berupa pengenaan tarif PPh final sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto usahanya. Pernyataan itu disampaikan melalui siaran pers, kemarin.

Dwi menjelaskan, tarif PPh final 0,5 persen dapat digunakan wajib pajak orang pribadi atau badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp4,8 milar dalam satu tahun pajak.

Pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku yang berdasarkan Pasal 59 PP 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0.5 persen paling lama tujuh tahun untuk wajib pajak orang pribadi dan empat tahun untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi atau persekutuan komanditer (CV) serta firma dan badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama atau perseroan perorangan yang didirikan satu orang.

Selain itu juga tiga tahun untuk wajib pajak badan perseroan terbatas.

Menurut Dwi, jangka waktu tersebut terhitung sejak wajib pajak terdaftar yang terdaftar setelah 2018 atau sejak 2018 bagi wajib pajak terdaftar sebelum 2018.

“Jadi, misalnya Tuan A sebagai wajib pajak orang pribadi terdaftar tahun 2015, maka dia bisa menggunakan fasilitas tarif PPh final 0,5 persen mulai dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2024. Sementara misalnya Tuan B terdaftar tahun 2020, maka dia bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5 persen mulai tahun 2020 sampai dengan tahun 2026,” kata Dwi.

Lebih lanjut Dwi menjelaskan, selain akibat telah berakhirnya masa berlaku tersebut maka tarif PPh final 0,5 persen dapat juga berakhir apabila dalam suatu tahun pajak peredaran bruto wajib pajak telah melebihi Rp4,8 miliar.

Selain itu, wajib pajak dengan kemauan sendiri memilih untuk melakukan penghitungan normal menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.

“Apabila dalam suatu tahun pajak berjalan, peredaran bruto WP telah melebihi Rp4.8 miliar, WP tersebut tetap dikenai tarif PPh final 0.5 sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan. Perhitungan normal baru dilakukan pada tahun pajak berikutnya,” jelasnya.

Dwi menyebut, apabila pengenaan tarif PPh final 0,5 persen telah berakhir maka wajib pajak wajib membuat pembukuan untuk dapat menghitung PPh terutang menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.

Apabila wajib pajak tersebut sampai dengan akhir masa berlakunya masih memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar, maka wajib pajak tersebut boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

“Dengan NPPN, wajib pajak perlu mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebasnya. Selain itu, wajib pajak tersebut juga wajib membuat pencatatan,” pungkasnya. (Bud)