Ego Sektoral Pemerintah Hambat Aksi Iklim: Bagaimana Mengurai Problem ini?

Perubahan Iklim
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Persoalan ego sektoral hingga saat ini masih menjadi aral dalam pembangunan. Hal itu pun terjadi di ranah persoalan lingkungan hidup.

Dilansir Kompas.id (15/11), Pemerintah daerah sering kali dipusingkan dengan konflik agraria di wilayahnya. Padahal, izinnya berasal dari pemerintah pusat.

Hal ini mengindikasikan bahwa persoalan Ego sektoral antara pemerintah pusat dan daerah masih menjadi penghambat penanganan perubahan iklim. Sering kali kebijakan pemerintah pusat tumpang tindih dan tidak sesuai dengan kondisi di daerah sehingga, saat pemerintah daerah ingin melakukan penghijauan, pemerintah pusat terus mengeksploitasi sumber daya alam, begitu pun sebaliknya.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Herlan mengatakan, regulasi pemerintah pusat dan daerah sering tidak sinkron. Hal itu misalnya tecermin dalam pemetaan lahan oleh pemerintah pusat yang berbeda dengan catatan pemerintah daerah di Kalimantan Barat, sehingga menimbulkan konflik agrarian.

Selain itu, masih ada ego sektoral antara pusat dan daerah dalam menangani dampak perubahan iklim sehingga terjadi tumpang tindih dalam penanggulangan kerusakan lingkungan. Saat terjadi konflik agraria, pemerintah daerah diminta untuk menyelesaikannya. Kondisi ini membuat rencana mengatasi perubahan iklim menjadi terhambat karena urusan birokrasi.

Lantas, bagaimana mengurai problem ego sektoral antar pemerintah Pusat dan Daerah? Di mana sebenarnya pokok pangkalnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat, Dr Herlan, M.Si. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: